SEJARAH PEMIKIRAN BESAR (IDEOLOGI): NASIONALISME
ABSTRAK
Key Word: nationalism,
Indonesia, impact
Nationalism
appear in Europe at 18 century. Nationalism appear because
similarity of attitude buffetings fate.
At
20 Century, nationalism rapidly developed to Asia,
Africa, and USA.
With
blossom out of thought of nationalism modern, who pioneer of saint competent
and cultural observer. There I two
substance of nationalism, first is coalescence and second is freedom. The other
impact from nationalism in Indonesia is economical country.
Kata kunci: nasionalisme, Indonesia, dampak
Abad
18 nasionalisme muncul di Eropa. Nasionalisme muncul karena adanya persamaan
sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama. Pada abad ke 20,
nasionalisme menjalar dan berkembang ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika
Latin. Tumbuh dan berkembangnya pemikiran nasionalisme modern dipelopori oleh
para ahli ilmu pengetahuan dan budayawan. Ada dua unsur yang penting di dalam
nasionalisme yaitu persatuan dan kemerdekaan. Dampak lain dari nasionalisme di
Indonesia dalam berbangsa dan bernegara adalah memajukan ekonomi negara.
Ali
Maschan Moesa dalam buku yang berjudulNasionalisme
Kyai (2007:28-29) kata kunci dalam nasionalisme adalah supreme
loyality terhadap kelompok bangsa. Kesetiaan ini muncul karena adanya
kesadaran akan identitas kolektif yang berbeda dengan yang lain. Pada
kebanyakan kasus, hal itu terjadi karena kesamaan keturunan, bahasa atau
kebudayaan. Akan tetapi , ini semua bukanlah unsur yang subtansial serba yang
paling penting dalam nasionalisme adalah adanya kemauan untuk bersatu. Oleh
karena itu, bangsa merupakan konsep yang selalu berubah, tidak statis, dan juga
tidak given, sejalan dengan dinamika kekuatan-kekuatan yang
melahirkannya. Nasionalisme tidak selamanya tumbuh dalam masyarakat multiras,
bahasa, budaya, dan bahkan multi agama. Amerika dan Singapura merupakan bangsa
yang multiras. Switzerland adalah bangsa dengan multi bahasa dan Indonesia
merupakan bangsa yang yang merupakan integrasi dari berbagai suku yang
mempunyai aneka bahasa, budaya, dan juga agama.
Nasionalisme adalah
ciri pokok dari kebangkitan. Dapat dilihat pertumbuhan nasionalisme dalam
sejarah, maka kita jumpai sesuatu yangparadox (Dekker, 1997:12). Misalnya saja
munculnya gerakan nasional sebut saja Budi Utomo adalah merupakan salah satu
contoh dari tumbuhnya kebangkitan nasionalisme. Yang harus dicatat adalah,
bahwa faktor pokok dari munculnya kebangkitan itu ialah tetap faktor dari dalam
negeri sendiri. Faktor dalam negeri atau intern ini merupakan kejadian yang
secara langsung, empiris, dihayati atau dirasakan sendiri oleh bangsa
Indonesia. Rangsangan untuk bergerak justru datang dari pengalaman batinnya
sendiri. walaupun demikian kejadian-kejadian di luar negeri banyak pula
memberikan dorongannya.
Sejauh ini, telah
dibicarakan struktur dan pemerintahan internal negara, tetapi studi komparatif
politik konstitusional tidak akan lengkap tanpa suatu kajian tentang hubungan
internasional dan kondisi-kondisi yang menyulitkan. memang, membicarakan
hubungan eksternal antara negara-negara berarti menyentuh pula aspek terpenting
dalam pemerintahan politik zaman sekarang. Jelasnya bagi bangsa manapun dalam
kondisi modern ini, sia-sia saja jika berusaha melaksanakan cara-cara untuk
mencapai kesejahteraan sendiri tanpa menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa
lain.
Revolusi ilmu
pengetahuan dan teknologi abad XX semakin mengaburkan jarak dan mendekatkan
hubungan antara negara-negara di dunia satu sama lain. Akan tetapi hubungan
yang lebih dekat ini tidak serta-merta memperbesar rasa pengertian
internasional (Strong, 2008: 416). Sesungguhnya
era kemajuan teknologi telah menyebabkan kekacauan lokal di beberapa tempat terpencil
yang dapat meningkatkan ketegangan dunia dan mengancam kelangsungan masyarakat
yang sudah beradab. Pendeknya pemerintah politik dunia tidak bisa mengikuti
kemajuan teknik dunia. Apa yang seharusnya menjadi kekuatan ilmu pengetahuan
yang mempersatukan bangsa-bangsa justru dilemahkan oleh kesetiaan bangsa-bangsa
dunia terhadap konsep nasional yang telah usang.
Situasi yang
kacau-balau ini sebagian besar menjadi tanggungjawab dari dua perang dunia.
Sambil berpacu dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kedua perang itu
menghancurkan kekaisaran-kekaisaran besar, memerdekakan warga negara atau
rakyat jajahan, serta melemahkan kedudukan ekonomi dan politik negara-negara
besar yang dulu berkuasa. Kehancuran tatanan dunia lama ini, khususnya sejak
perang dunia II, berdampak sangat luas. Di satu sisi, rakyat negara-negara yang
baru terbentuk sebagaimana mereka bangkit dari bangsa jajahan menjadi bangsa
yang merdeka diilhami oleh suatu jenis nasionalisme baru. Di sisi lain,
negara-negara Eropa barat yang kehilangan wilayah kerajaan luar negerinya,
terus bergerak dengan cara persatuan ekonomi ke arah federasi politik yang
menentang konsepsi nasionalisme yang lama. Di antara masalah-masalah yang harus
diselesaikan bangsa-bangsa tersebut agar dapat menemukan suatu pola
pengendalian dunia yang memuaskan.
Dari penjelasan diatas,
dapat dikaji lebih dalam lagi bagaimana sejarah dari
nasionalisme, nasionlaisme dalam
perspektif Indonesia,
dampaknya bagi masyarakat Indonesia dengan adanya nasionalisme tersebutsertanasionalismedaerahpinggiran di Indonesia.
Untuk itu, artikel ini akan membahas lebih dalam tentang nasionalisme.
A.
Sejarah
Nasionalisme
Nasionalisme, pada
awalnya muncul di Eropa. Gejala ini telah mengambil bentuknya yang jelas pada
abad XIX. Nasionalisme ini di dalam pertumbuhannya di sana, menyokong politik
imperealisme negara mereka masing-masing (Eropa). Paham nasionalisme berkembang
dan menyebar dari Eropa keseluruh dunia pada abad ke 19 dan 20. Pada intinya
nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam
memperjuangkan nasib yang sama, sedangkan Hans Kohn berpendapat bahwa
nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu
kepada negara dan bangsa. Sementara itu, Ernest Renant menyatakan, nasionalisme
ada ketika muncul keinginan untuk bersatu.
Nasionalisme timbul
menjadi kekuatan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke 18
selanjutnya paham ini tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke 19,
hingga awal abad ke 20. Pada abad ke 20, nasionalisme menjalar dan berkembang
ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Dengan adanya hal tersebut, pada
abad ke 19 dapat disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern
Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah
melahirkan banyak negara merdeka di dunia.
Tumbuh dan
berkembangnya nasionalisme modern, pada dasarnya disebabkan karena struktur
sosial tradisional dengan sistem hubungan yang didasarkan pada
persamaan-persamaan yang bersifat primordialistik itu dipandang tidak cocok
lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena basis dasarnya dinilai
terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan,
antagonistik, serta ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain. Selain itu,
sebab lain lahirnya nasionalisme adalah penaklukkan negara bangsa lain oleh
negara tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi masyarakat negara bangsa
yang ditaklukkan. Oleh sebab itu, nasionalisme sering diasosiasikan sebagai
ekspansinisme, imperialisme, dan peperangan.
Tumbuh dan
berkembangnya pemikiran nasionalisme modern tidaklah dipelopori oleh kalangan
politikus atau negarawan, tetapi oleh para ahli ilmu pengetahuan dan budayawan
seperti pelopor dan pemikir nasionalisme modern di Eropa Barat antara lain John
Locke, J.J Rousseau, John Gottfried Herder dan lain-lain. Beberapa
negara-negara yang penting itu berebut wilayah di tanah-tanah Asia dan Afrika.
Negara-negara nasional seperti Jerman, Prancis, Inggris, Italia bertarung
memperebutkan rejeki di Asia dan Afrika. Dengan demikian terlihatlah bahwa
watak nasionalisme Eropa pada tahap itu adalah agresif dan sering juga sovinistis(Dekker, 1997:13). Negara-negara Eropa yang melaksanakan
imperealisme dan kolonialisme dengan menduduki tanah jajahan. Nasionalisme
negeri jajahan, sasaran pokoknya melawan imperialisme. Nasionalisme di tanah
jajahan itu bersifat revolusioner. Nasionalisme ini tidak hanya menginginkan
lenyapnya penindasan politik saja, tetapi juga penindasan sosial ekonomi.
Dengan demikian tampaklah perbedaan watak nasionalisme Eropa dengan
nasionalisme Asia.
Perbedaan ini
ditentukan oleh situasinya yang berlainan dan juga oleh faktor politik-sosial-ekonomi
di negara masing-masing. Karena adanya perbedan dan kategori nasionalisme pada
umumnya (Eropa dan Asia), maka ada pula orang (Halkema Kohl) yang menanamkan
nasionalisme yang tumbuh di daerah kolonial-kolonial itu (khususnya Asia)
dengan nama Colonial Nasionalism atau
nasionalisme kolonial. Istilah itu
menimbulkan asosiasi pikiran yang negative terhadap nasionalisme yang tumbuh di
Asia. Adanya predikat kolonial untuk suatu gerakan yang didukung oleh mereka
yang terjajah, dengan tujuan yang positif, sukar diterima. Karena itu
nasionalisme yang berkembang di Asia lebih tepat diberi nama Nasionalisme Asia.
Nasionalisme timur lahir dalam masyarakat yang terobsesi akan apa yang telah
dicapai oleh Barat tetapi secara budaya mereka tidak dilengkapi oleh
prakondisi-prakondisi modernitas yang memadai. Pada satu sisi, nasionalisme
Timur merupakan emulasi dari apa yang telah terjadi di barat. Di sisi lain,
nasionalisme juga menolak dominasi barat.
Menurut Hertz (Nasionality in History and Politics) (1951)
di dalam nasionalisme, setidaknya ada dua unsur yang penting yaitu persatuan
dan kemerdekaan(Dekker,
1997:13).
Dua hal ini sukar dipisahkan. di satu pihak kemerdekaan memerlukan adanya
persatuan bangsa dan di lain pihak persatuan memerlukan adanya kemerdekaan. Tanpa
kemerdekaan sangat sukar membina persatuan dan sebaliknya tanpa persatuan sulit
mencapai kemerdekaan. Khusus terhadap corak inti penjajahan dari nasionalisme,
harus diingat bahwa yang dibenci bukan orang atau bangsa asing, tetapi faham
yang mereka laksanakan (imperealisme).
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nasionalisme itu merupakan suatu paham rasa cinta dan setia
terhadap negara yang ditunjukkan oleh rasa ingin bersatu. Dalam dunia Timur
(daerah yang terjajah oleh Eropa) nasionalisme merupakan kebangkitan dari
rakyat jajahan untuk mendapatkan kemerdekan dan mendirikan negara yang bebas
dan merdeka dari penjajahan. Sedangkan nasionalisme Barat bangkit dari reaksi
masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan budaya terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Budaya mereka memungkinkan mereka
menciptakan sebuah kondisi yang dapat mengakomodasi standar-standar modernitas.
B.
Nasionalisme
dalam Perspektif
Indonesia
Nasionalisme dan
negara-bangsa (nation
state) sebagai wadah organisasi sosial yang membungkus dua kekuatan besar di
dunia. Keduanya mampu mendominsai wacana politik dunia selama abad 20 secara
bertahap tetapi pasti, sekarang mulai berhadapan dengan sejumlah tantangan yang
memenpatkan keduanya dalam psisi yang cukup sulit (Al-Hakim, 2012:184).
Kajian atas
nasionalisme dan bangsa, dan juga negara-bangsa, hingga kini masih tetap menjadi perdebatan oleh para ahli. Bagi
sejumlah ahli bangsa dan kesadaran berbangsa diyakini merupakan representasi
atau perwakilan dari negara masa lalu yang terikat dalam upaya-upaya realisasi
diri. Bangsa dalam makna ini adalah suatu entitas primordial yang merupakan
bawaan yang melekat dalam nature dan sejarah manusia.Secara objektif suatu
bangsa dapat diidentifikasi lewat perbedaan-perbedaannya dengan bangsa lain
dalam hal secara panjang. Keterikatan dengan tanah air, dan
perjuangan-perjuangan untuk mendapatkahn otonomi politik.
Namun demikian, rumusan
yang pasti mengenai nasionalisme dan negara bangsa sangat sulit untuk digagaskan.Tetapi jika diperhatikan arena
persemainan awal, konsepsi tentang nasionalisme dan negara-bangsa diikuti
logika dibalik kehadiran nasionalisme dan negara bangsa yang tumbuh di
negara-negara bekas jajahan, masyarakat menemukan bahwa keduanya pada dasarnya
adalah fakta perjanjian antara warga yang berdaulat dengan negara.
(Ley,1997:33-38).
Nasioanalisme dan
negara bangsa secara radikal telah merombak struktur kesetiaan politik rakyat
dari kesetiaan kepada dinasti menjadi prinsip kedaulatan rakyat dan kesetiaan
kepada tuan penjajah untuk digantikan dengan gagasan tentang kewarganegaraan.
Nasionalisme telah mentransformasikan masyarakat dan individu dari posisi
sebagai subjek pasif dalam politik menjadi warga negara aktif yang mampu
mengatur diri sendiri. Dengan demikian, nasionalisme dan negara bangsa bukan
saja memperhatikan kesejajaran antara masa rakyat dengan penguasa, tapi
sekaligus didalamnya melekat impian-impian (harapan dan inspirasi) masyarakat
yang harus diwujudkannya
(Al-Hakim, 2012:185).
Substansi nasionalisme
dan negara bangsa mencakup antara lain mengenai demokrasi, keadilan sosial,
kesejahteraan dan hak asasi manusia. Mustahil berbicara nasionalisme dan
negara-bangsa tanpa mengaitkan sub-sub tersebut. Jika gagasan nasionalisme dan
negara bangsa tersebut dicermati, logikanya sangat sedikit orang tidak sepakat
akan keduanya. Didalam konsep nasionalisme dan negara bangsa melekat semua
nilai-nilai kemanusiaan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap peradaban
manusia. Tetapi
seperti terungkap pada tingkat praktis dalam masyarakat politik indonesia,
nasionalisme bisa dengan mudah melahirkan penolakan atau sinisme di kalangan
masyarakat. Nasionalisme secara politiuk agar “menjauhi” sesuatu atau
“menerima” sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani dan aspirasinya. Dalam
konteks menjauhi dan “menjauhi dan “menerima” tersebut, nasionalisme Indonesia,
sering mengalami hambatan di hadapan masyarakat dan pemerintahannya sendiri.
Menurut Ley
(1997) hambatan tersebut antara lain:
Pertama, berkaitan dengan
pemahamannya yang mendalam sebagai suatu ideologi bahkan dipahami sebatas
sebagai salah satu dari aliran politik yang pernah malang melintang di
rimba raya politik Indonesia.
“dikerangkengnya” nasionalisme Indonesia dalam salah satu kekuatan politik di
masa lalu telah mewarnai dan merosotkan posisi nasionalisme sampai pada fase
terbatas sebagai aliran politik. Padahal, nasionalisme bukan semata-mata
berfungsi sebagai ideologi. Merupakan gejala yang mudah ditemui de sembarang
belahan dunia, dan sekalipun menduduki dasar moral dan emosi seperti halnya
dengan ideologi, nasaionalisme tidak memiliki prinsip-prinspi universalitas
seperti sosialisme atau kapitalisme misalnya yang memungkinkannya untuk di
klaim semata-semata sebagai ideologi. Dalam sejarah politik masa lalu
Indonesia, diketahui bahwa berbagai aliran politik, stermasuk nasionalisme yang
tumbuh pada waktu tersebut terlibat dalam “peran” dan “konflik” tanpa henti.
Ketika nasionalisme dimengerti sebatas sebagai salah satu dari aliran politik
Indonesia, maka akan dengan mudah diperlakukan sebagai lawann oleh aliran
politik lainnya.
Kedua, berkaitan dengan
praksis nasionalisme yang mengikuti logika nasionalisme internal. Jenis
nasionalisme ini, memberikan penekanan pada superioritas dan keabsahan negara
atas warganya dan mengabaikan subtansi dari nasionalisme sebagai suatu “ fakta
perjanjian” antara warga negara dengan negara. Padahal, sebagai fakte
perjanjian, nasionalisme harus menekankan bukan saja bahwa warga negara bangsa
memiliki hak untuk merdeka lewat negara tetapi yang bersangkutan juga memiliki
hak yang sebanding untuk mengekspresikan diri mendapat kemerdekaan dan
kemungkinan untuk berkembang. Bung Karno, telah sejak dini menegaskan bahwa
kemerdekaan Indonesia hanya sebatas sebagai “jembatan emas” karena itu, didalam
negara Indonesia yan merdeka, terletak kewajiban bagi negara dan masyarakat
semua untuk memerdekakan setiap individu. Dengan demikian, bukan semata-mata
kemerdekaan bangsa yang menjadi pusat perhatian nasionalisme, akan tetapi sekaligus
kemerdekaan individu yang menjadi warga dari bangsa yang bersangkutan.
Ketiga, bertalian dengan kenyataan bahwa nasionalisme
kadang digunakan sebagai sarana untuk mengabsahkan atau membela sesuatu yang
bertentangan dengan logika. Masyarakat sering berhadapan dengan kenyataan bahwa
atas nama nasionalisme diharuskan untuk membenarkan langkah-langkah yang bahkan
merugikan bangsa secara keseluruhan. Banyak contoh kasus, dimana nasionalisme
secara gegabah telah digunakan untuk melegalisasi hal-hal yang sebenarnya tidak
punya kaitan dengan kepentingan negara dan bangsa. Misalnya penggusuran demi
pembangunan nasional, jika menolak penggusuran maka berarti anti pembangunan
dan tidak nasionalis. Berdasarkan hambatan-hambatan tersebut, maka persoalan
pokok nasionalisme di Indonesia pada dewasa ini, bagaimana rakyat bisa
diberdayakan. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi total terutama dalam
rangka pemberdayaan civil society
atau masyarakat sipil.
Gagasan pemberdayaan
masyarakat sipil hendaknya digunakan sebagai wancana dalam mengisi cita-cita
refosmasi dan sekaligus dalam pembangunan nasionalisme Indonesia. Sebenarnya
bila dicermati, gagasan pemberdayaan masyarakat sipil itu sudah ada dalam UUD
1945. Contoh pasal 1 UUD 1945 yang menegaskan bahwa: “setiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran, dan pemerintah menyelenggarakan sistem
pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang”. Penyelenggaraan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, menunjukkan negara (pemerintah)
memiliki komitmen tinggi terhadap pemberdayaaan warga negara (rakyatnya).
Selain itu masih banyak lagi tuntutan pasal-pasal konstitusi yang memuat
hak-hak asasi manusia yang harus direalisasikan oleh negara dan ditunjukkan
kepada rakyat (warga negara). Tercantum
hak individu (warga negara) dalam sebuah konstitusi (UUD 1945), belum tentu
menjamin apakah kebijakan pemerintah mampu memberdayakan potensi bangsa yang
melekat pada masyarakat atau rakyat. Hal ini menuntut adanya kemauan dan
kesadaran negara (Pemerintah), bahwa keberadaannya di dalam organisasi ini
adalah semata-mata untuk mengemban (misi suci) yaitu menciptakan kesejahteraan
umum.
Kinerja pemerintah
dalam membuat kebijakan, akan sangat berpengaruh bagi dampak kebijakan
tersebut. Pemberdayaan masyarakat sipil, pada dasarnya juga merupakan proyek
kebudayaan (cultural) yang harus diciptakanh oleh bangsa dalam menyongsong
format Indonesia baru dan nasionalisme Indonesia. Salah satu cirinya, adalah
terdapatnya ruang publik dimana semua orang harus mampu tumbuh dan mengabtualisasikan
diri serta mandiri dan sukarela untuk mengambil bagian dalam pemerintahan.
Perilaku setiap warga negara dan pemerintahan, terikat oleh dan harus tunduk
pada hukum yang dihasilkan oleh sebuah perjanjian masyarakat atau kontrak
sosial. Untuk menciptakan masyarakat
yang beradaban (termasuk juga negara dan pemerintah yang beradab), merupakan rangkaian perjuangan untuk selalu
menegakkan prinsip-prinsip keadilan dan menempatkan komponen masyarakat dan
negara dalam suatu kesederajatan. Jika hal ini disadari oleh seluruh komoponen
bangsa maka cita-cita reformasi akan segera terwujud, begitu jiga nasionalisme
bangsa Indonesia akan menjadi pokok.
C.
Dampak
Nasionalisme Terhadap Masyarakat Indonesia
Dengan adanya
nasionalisme ini menciptakan perubahan yang memerlukan ruh dan semangat yang
menjadi landasan utamanya. Nasionalisme Indonesia pada hakikatnya adalah ruh
dan semangat yang menggerakkan untuk bangkit melawan penindasan ekonomi,
politik, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan dari cengkraman penguasa kolonial. Hal ini tidak terlepas
dari keinginan yang besar untuk mendirikan sebuah Indonesia merdeka (Supriyono,
2008:11). Artinya, Indonesia yang berdaulat penuh secara politik, ekonomi,
sosial-budaya serta perahanan dan keamanan. Nasionalisme inilah yang menjadi
dasar munculnya tekad untuk berbangsa, bernegara, berbahasa, bertumpah darah
satu yakni Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam sumpah pemuda 1928. Semangat
satu bangsa, bahasa dan bertumpah darah itu terus menggumpal hingga titik
puncak terwujudnya jembatan mas pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan yang berhasil
diperjuangkan itu, hanyalah satu tahapan awal dari cita-cita dan tujuan
perjuangan, yakni untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Namun sayang, cita-cita
dan tujuan mulia itu masih jauh dari realitasnya. pemimpin-pemimpin Indonesia
dari masa ke masa selalu mengkhianati amanat penderitaan rakyat. Perlu sekali
adanya penghidupan kembali semangat proklamasi. Ungkapan Bung Karno, pada
peringatan Hari Ulang Tahun RI yang ke-5 tahun 1950 amat tepat untuk dihidupkan
kembali. “Semangat Proklamasi adalah
semangat rela berjuang, berjuang mati-matian dengan penuh idealism dan dengan
mengesampingkan segala kepentingan diri sendiri. Semangat Proklamasi adalah
semangat persatuan, persatuan yang bulat-mutlak dengan tiada pengecualikan
sesuatu golongan dan lapisan. Semangat Proklamasi adalah semangat membentuk dan
membangun, membentuk dan membangun negara dari ketiadaan, dari kenihilan dan
lain tak lain tak bukan ialah karena kita ikhlas berjuang dan berkorban, karena
kita mutlak bersatu, karena kita tak segan mengucurkan keringat untuk membentuk
dan membangun. Dan manakala sekarang tampak tanda-tanda kelunturan degenerasi,
kikislah bersih semua kuman-kuman kelunturan dan degenerasi itu, hidupkan
kembali Semangat Proklamasi”.
Dalam situasi serba
nestapa dan keterjajahan ini, tidak lain kita harus menghidupkan kembali
semangat proklamasi Indonesia yang menjadi dasar, spirit untuk melawan
kolonialisme-imperialisme dan feodalisme oleh bangsa sendiri. Semangat
proklamasi sebagai sandaran nasionalisme bangsa Indonesia amat sentral perannya
dalam mendorong bangkitnya bangsa Indonesia. Karena itu harus menggelorakan
terus-menerus semangat, paham, kesadaran nasionalisme di jiwa, hati, pikiran
dan tindakan kita.
Masuknya tentara Jepang
ke Indonesia pada tahun 1942 mendapat sambutan baik dari penduduk setempat.
Tokoh-tokoh nasionalis Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
bersedia melakukan kerja sama dengan pihak Pemerintahan Pendudukan Jepang.
Faktor yang mempengaruhi kerjasama tersebut yaitu kebangkitan bangsa-bangsa
Timur dan ramalan Joyoboyo yang hidup
di kalangan rakyat. Dalam ramalan Joyoboyo
dikatakan bahwa akan datang wong kate
yang akan menguasai Indonesia selama umur jagung dan sesudah itu kemerdekaan
akan tercapai. Faktor lain yaitu diperkenalkan pendidikan Barat kepada
orang-orang pribumi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sebelum Perang Dunia II
telah terjadi hubungan antara tokoh-tokoh nasional Indonesia dan pihak Jepang.
Diantaranya yaitu Gatot Mangkupraja dan Moh.Hatta.Setelah berkunjung ke Jepang
pada akhir tahun 1933, Gatot mempunyai keyakinan bahwa Jepang dan
gerakan-gerakan Asianya mendukung pergerakan nasional Indonesia. Menurut George
Kanahele (1969) menyatakan bahwa meskipun keyakinan nasionalisme Moh.Hatta
mendalam dan tidak mudah dipengaruhi, tetapi Moh. Hatta sedikit bersimpati
terhadap Jepang. Moh.Hatta tidak mengecam tantangan dinamis Jepang terhadap
rongrongan dari pihak Negara-negara Barat.
Soekarno dan Moh. Hatta
bersedia untuk bekerja sama dengan Jepang didasarkan pada keyakinan kedua tokoh
tersebut terhadap ketulusan Jepang dalam janjinya untuk mendukung kemerdekaan
Indonesia. Soekarno menyebutkan bahwa Jepang dalam keadaan kuat sedangkan
Indonesia dalam keadaan lemah. Oleh karena itu, bantuan Jepang diperlukan oleh
rakyat Indonesia untuk mencapai cita-citanya.
Soekarno-Hatta dan
Sjahrir, tiga pemimpin nasionalis senior pada waktu itu sepakat untuk bergerak
pada dua jalur. Soekarno dan Hatta menggunakan jalur kerja sama dengan pihak
Jepang, sedangkan Sjahrir menggunakan jalur nonkooperasi. Pada masa pendudukan
Jepang, kaum nasionalis tidak mendapat tekanan melainkan menjalin kerja sama
dengan pihak Jepang, hal tersebut berbeda pada masa penjajahan Hindia Belanda.
Kerja sama kaum nasionalis Indonesia dengan pihak Jepang didahului dengan
tindakan Pemerintah Militer Jepang yang secara berangsur-angsur membebaskan
pemimpin nasionalis Indonesia.
Tindakan Pemerintah
Militer Jepang tersebut bertolak dari anggapan bahwa kaum nasionalis Indonesia
sangat berpengaruh kepada masyarakatnya sehingga mereka perlu mengadakan kerja
sama dengan pihak nasionalis untuk memudahkan pengerahan potensi rakyat bagi
usaha perangnya. Hatta menyatakan kesediaannya berdasarkan penegasan dari
pemerinta Militer Jepang yang bertujuan untuk tidak menjajah Indonesia,
melainkan membebaskan sekalian bangsa Asia dari dominasi negara-negara barat.
Dampak lain dari
nasionalisme di Indonesia dalam berbangsa dan bernegara adalah memajukan
ekonomi negara. Dengan majunya ekonomi Indonesia, maka Indonesia kembali jaya
dan patut dibela dari ancaman musuh. Majunya ekonomi juga akan meningkatkan
kebangsaan dan rasa cinta pada Indonesia. Pengaruh agama yang dianut oleh bangsa
Indonesia juga memberikan watak terhadap nasionalismenya. Penghargaan atas
manusia dalam kedudukan sama derajat, sesuai dengan ajaran agama, demikian pula
corak nasionalisme Indonesia, yang tetap menjunjung tinggi martabat manusia
tersebut.
Sesuai dengan
pengertian dari nasionalisme di atas yang sudah disebutkan yaitu ciri pokok
dari kebangkitan. Indonesia adalah negara di Asia yang khususnya berada di Asia
Tenggara yang dijajah oleh bangsa Eropa salah satunya adalah Belanda,
membuktikan nasionalismenya atas keinginannya merdeka dan lepas dari belenggu
penjajah. Tanpa adanya rasa nasionalisme Indonesia tidak akan pernah merdeka
sampai sekarang. Kemerdekaan Indonesia ini adalah bukti bahwa nasionalisme
telah ada pada diri bangsa Indonesia. Adanya keinginan kuat untuk melawan
bangsa penjajah (Eropa) agar tidak terus-menerus dikuasai oleh penjajah.
Misalnya saja yang sudah disebutkan di atas yaitu proklamasi, untuk membawa
Indonesia merdeka, diperlukan proses yang panjang untuk merumuskan naskah
proklamasi, bendera pusaka, dll.
D.
Keadaan
Nasionalisme Daerah Pinggiran di Indonesia
Beberapa daerah
pinggiran di Indonesia seperti daerah yang ada di Maluku mengalami
marjinalisasi dalam beberapa decade terakhir ini yang perlu mendapat bisikan
khusus dari pemerintah karena berdasarkan beberapa indikator peran masyarakat
mengalami disfungionalisasi dalam sekat-sekat otonomi daerah yang
menyembunyikan kebebasan dan ketidakberdayaan masyarakat pinggriran untuk
memperjuangkan hak-haknya secara bijaksana dan lebih terbuka, jika pemerintah
tidak memprioritaskan kebutuhan dan menempatkan kebijaksanaan lokal sesuai
dengan keinginan masyarakat. Suatu hal yang seharusnya dihadapi dengan segala
konsekuensinya adalah klaim tentang keindonesiaan di wilayah pinggiran harus
dicabut. Hal ini menimbulkan ancaman nasionalisme atau lebih tepatnya
memudarkan rasa nasionalisme di berbagai daerah pinggiran akibat arogansi
penguasa. Penguasa sendiri telah menyebabkan ketidakpastian pertahanan dalam
negara, sehingga mau tidak mau nasionalisme harus di permasalahkan. Mengingat
nasionalisme atau mendaur ulang siklus integritas lokal, bukanlah perkara yang
mudah untuk diselesaikan karena masyarakat perlu memiliki pengetahuan yang
cukup tenyang nasionalisme dan integritas local (Salatalohnya, 2004:5).
Nasionalisme harus
memiliki interpedensi antara satu dengan yang lain, diantarannya nasionalisme
harus memberikan jaminan berlangsungnya kehidupan dan intergritas lokal
(kesatuan lokal) perlu menunjukkan sikap santunnya kepada nasionalisme, jika hal
tersebut terjadi maka dengan sendirinya terciptalah keadilan yang universal.
Akan tetapi pada kenyataannya nasionalisme dengan paradigmanya yang begitu
meluas telah meredisir hak-hak integritas lokal terutama integritas masyarakat
di daerah pinggiran yang tersibbordinasi di ujung kekuasaan. Nasionalisme
menciptakan harapan masif yang berujung pada anomali keutuhannya.
Sistem neo-liberalisme
dan kolonialisme telah membungkus wajah nasionalisme yang sederhana sehingga
nasionalisme tidak mampu menengok wajah-wajah orang yang terpinggirkan. Namun
jika membicarakan tentang sejarah nasionalisme di Indonesia, Perkembangan sikap nasionalisme pada
awal pergerakan nasional memberi dampak dan pengaruh yang sangat luar biasa
terhadap negara Indonesia sebagai upaya perlawanan
terhadap penjajah(Salatalohnya, 2004:5).
Bangunan
nasionalisme yang pernah ditegakkan oleh para pejuang, pahlawan, dan pendiri
bangsa ini, adalah nasionalisme yang anti terhadap kolonialisme, artinya
nasionalisme yang terbangun untuk mewujudkan bagaimana bangsa ini merdeka dan
bebas dari belenggu kolonialisme. Jadi, telahterbuktibahwanasionalisme
Indonesia yang kemudianterwujuddalamPancasilaadalahalat yang ampuhuntuk mengusir
penjajah atau kolonialisme.
Untuk sampai pada
bagaimana nasionalisme dalam konteks ke-Indonesia-an, sebelumnya perlu
diketahui proses terwujudnya konsep nasionalisme. Diketahui bahwa secara umum
nasionalisme berarti suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi
individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam
akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan
tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di
sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi, baru pada
akhir abad ke-18 M nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan
yang diakui secara umum.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Hakim, Suparlan, dkk.2012. PendidikanKewarganegaraandalamKonteks
Indonesia. Malang: PenerbitUniversitasNegeri Malang.
Dekker, Nyoman. 1997. SejarahPergerakandanRevolusiNasional.
Malang: Penerbit IKIP Malang.
Ley, C. 1997 .Nasionalisme Dalam Wawasan
Kebangsaan. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan
Deparrtemen Dalam Negeri.
Moesa, Ali Maschan.
2007. Nasionalisme Kyai, Jogjakarta: LKIS.
Salatalohnya, Fahmi & Pelu, A. 2004. Nasionalisme Kaum Pinggiran. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.
Soepriyatno. 2008. NasionalismedanKebangkitanEkonomi.
Jakarta: INSIDe Press.
Comments
Post a Comment