BERKEMBANGNYA PAN ISLAMISME SEBAGAI GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI DUNIA DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA
ABSTRAK
Abstrak: Pan
Islamisme adalah suatu paham yang bertujuan untuk mempersatukan seluruh umat
Islam di dunia. Gerakan ini muncul
awalnya di Mesir yang dimotori oleh Syekh
Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afgani. Syek M. Abduh menghendaki perubahan
mental secara berangsur-angsur, seperti pendidikan. Tokoh-tokoh yang berperan
dalam penyebaran Pan Islamisme di Indonesia antara lain Syeikh Taher
Jalaluddin, 3 Kaum muda di Sumatera, Syeikh Ahmad Soorkati, K.H.A Dahlan, Ahmad
Hasan. Gerakan tersebut membangkitkan pergerakan nasional
Indonesia, terutama organisasi Al-Jam’iyat Al-Khairiyah (1906), Sarekat Islam
(1911), Muhammadiyah (1912).
Kata Kunci: Pan Islamisme,
Tokoh-tokoh Indonesia, Pengaruhnya di Indonesia.
Ilmu pengetahuan adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha
berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Maka dalam hal ini,
manusia akan terus befikir untuk mencapai kesejahteraan yang di inginkannya
maupun keinginan bersama. Munculnya berbagai paham-paham baru yang ada dinuia
ini. Salah satunya adalah Pan Islamisme sebagai pembaharuan Islam di dunia,
khususnya negara-negara Islam.
Diantara yang
mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
·
Paham
tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang
dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal
lain yang membawa kepada kekufuran.
·
Sifat
jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju
dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
selama umat islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad
maka mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan
pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
·
Umat
Islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak
adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran islam. Karena
itulah, bangkit suatu gerakan pembaharuan.
Menurut Setiawan (1990:
82), Pan Islamisme dalam pengertian yang luas adalah kesadaran kesatuan umat
Islam yang diikat oleh kesamaan agama yang membentuk solidaritas sedunia.
Sedangkan dalam pengertian khusus adalah gerakan mempersatukan umat Islam. Gerakan ini secara samar-samar pernah diutarakan oleh Al-Thah-Thawi
dengan memakai istilah persaudaraan seagama, dan kemudian ditegaskan oleh Sayid
Jamaluddin Al-Afgani dan Syekh Muhammad Abduh.
Korver (1986: 20)
menyatakan bahwa, gerakan ini kemudian mempengaruhi bangkitnya pergerakan
nasional Indonesia, karena dalam periode peralihan abad ke-20, Islam merupakan
ciri utama kebudayaan Indonesia. Salah satu sisi dari gerakan reformasi itu
ialah mengidentifikasikan Islam dengan bangsa dan dengan rasa yang semakin
tidak sabar terhadap kedudukan sebagai bangsa yang terjajah. Pada masa
peralihan abad ke-19 ke abad ke-20, Islam identik dengan kebangsaan (Noer,
1990: 8).
Berkembangnya Pan
Islamisme sebagai Gerakan Pembaharuan Islam Didunia
Pan
Islamisme adalah suatu paham yang bertujuan untuk mempersatukan seluruh umat
Islam di dunia. Berkembangnya Pan Islamisme pada awalnya berasal dari gagasan
Jamaluddin al-Afghani (1839-1897). Namun, ada pula yang berpendapat bahwa paham
tersebut berasal dari pendapa at-Tahtawi (1801-1873) sorang tokoh pembaharuan
Islam di Mesir. Perkembangan Pan Islamisme erat kaitannya dengan keadaan yang
terjadi pada awal abad ke-20 akibat kemunduran dunia Islam. Sementara itu dunia
Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menguasai negara-negara Islam.
Bangsa-bangsa Barat terutama Inggris dan Amerika selalu mencampuri urusan dalam
negeri negara-negara Islam. Campur tangan tersebut dirasakan oleh tokoh-tokoh
Islam di Afghanistan, India, Mesir, Irak, dan Iran. Jamaluddin al-Afghani
menyatakan bahwa dunia Islam sedang menjadi ajang permainan politik
bangsa-bangsa Barat. Pemikiran inilah yang mendorong Jamaluddin al-Afgani
menggalang semangat persatuan dunia Islam yang kemudia terkenal dengan nama Pan
Islamisme. Gagasan Pan Islamisme tersebut memperoleh dukungan dari hampir
seluruh pemipin golongan intelektual Islam
Menurut Maarif (1987: 4), Gerakan Pan Islam pada awalnya muncul sebagai
gerakan Wahabi di Arab pada abad ke-18 dengan pelopornya Muhammad ibn Abdul
Wahab (1703-1787) dengan menghidupkan himbauan Ibnu Taymiah untuk kembali
kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Abdul Wahab bersekutu dengan Ibnu Saud
kemudian menguasai kota suci Mekah dan Madinah sebagai langkah pertama menguasai
dan mempersatukan dunia Islam seluruhnya. Pada tahun 1917, Sultan Turki Usmani merebut
Mesir dan menggulingkan Khalifah Abbasiyah, kemudian mengangkat dirinya sebagai
khalifah serta pelindung kota Mekah dan Madinah. Pada masa Usmani Muda, Turki
berusaha menggunakan Pan Islam untuk menyatukan seluruh umat Islam di bawah
kerajaan Usmani. Gerakan ini kemudian dimotori oleh Sayekh Muhammad Abduh dan Jamaluddin
Al-Afgani.
Pada tahun 1872 M, Syekh M. Abduh berhubungan dengan Jamaluddin al-Afgani,
dan kemudian menjadi muridnya yang setia. Karena pengaruh gurunya tersebut, ia
terjun kelapangan persurat kabaran pada tahun 1876. Pada tahun1880 Syekh M.
Abduh dipanggil oleh kabinet partai Liberal untuk diserahi jabatan kepala
redaksi surat kabar “al-Waqai’ul-Misriyah” dan karena pimpinannya yang baik
dalam surat kabar tersebut menjadi terkenal. Meskipun tujuan Jamaluddin
al-Afgani dan Syekh M. Abduh sama, yaitu pembaharuan masyarakat Islam namun
cara untuk mencapai tujuan itu berbeda ( Hanafi, 1989:157).
Syek M. Abduh menghendaki perubahan mental secara berangsur-angsur, seperti
pendidikan. Lain halnya dengan M. Abduh, Jamaluddin al-Afgani yang menghendaki
jalan revolusi, yang lebih menekankan pada gerakan politik untuk menghadapi
kolonialisme dan imperialisme Barat, dengan bercita-cita membentuk semacam
konfederasi negara-negara Islam. Gerakan Pan Islamisme tersebut tidak berhasil
menggalang kesatuan umat Islam. Tapi semangat Pan Islamisme tetap hidup
sehingga membangkitkan berbagai organisasi Islam regional dan internasional,
tak terkecuali Indonesia yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pergerakan
tersebut. Isi gerakan Pan Islamisme dapat dilihat dari teori pembaharuan yang
dikemukakan oleh Sayid Jamaluddin Al-Afgani dan Syekh Muhammad Abduh. Sayid
Jamaluddin Al-Afgani mengungkapkan bahwa:
- Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa
maupun zaman. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam
dengan kondisi perubahan zaman, maka penyesuaian dapat diperoleh dengan
mengadakan interpretasi dan pengertian baru tentang ajaran itu.
- Kemunduran yang dialami oleh umat Islam tak lain
karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sesungguhnya.
- Pemahaman terhadap qadha dan qadar dirusak oleh
sebagian ulama, menjadi fatalisme yang membawa umat Islam kepada keadaan
statis.
- Pemahaman yang keliru terhadap hadits Nabi
menyatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman
membuat umat Islam tidak merubah nasibnya.
- Jalan keluarnya adalah melenyapkan pengertian
yang salah itu dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya (Sejarah
dan Kebudayaan Indonesia Jilid III, 1982: 19).
Sementara Syekh Muhammad Abduh mengungkapkan teori pembaharuannya sebagai
berikut:
- Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah dan
orang menyembah selain Allah adalah musyrik dan ia harus dibunuh.
- Orang Islam yang minta pertolongan kepada Wali
atau Syekh atau kekuatan lain selain Allah, termasuk dia menjadi musyrik.
- Menyebut nama Nabi, Syekh atau Malaikat dalam doa
juga syirik.
- Meminta selain kepada Allah adalah syirik.
- Bernazar selain kepada Allah adalah syirik.
- Tidak percaya kepada Qadha dan Qadar Allah itu
menyebabkan kekufuran.
- Jalan keluarnya adalah melepaskan umat dari
kesesatan ini dan kembali kepada Islam yang asli (Ibid: 183).
Dengan demikian terlihat adanya perbedaan pandangan dan orientasi dari
kedua tokoh di atas. Kalau Sayid Jamaluddin Al-Afgani menekankan pada politik,
maka Syekh Muhammad Abduh lebih mengutamakan pembaharuan dalam pendidikan
menurut alam pikiran modern dengan tujuan untuk membangkitkan semangat umat
Islam.
Tokoh-tokoh
Islam memahami pentingnya Pan Islamisme sebagai usaha untuk membangkitkan
kembali sistem kekhalifahan. Bahkan ada pula yang mendukung sistem pemerintahan
kesultanan, disamping pemerintahan ala Barat. Oleh karena itu dilingkungan
pendukung Pan Islamisme muncul gagasan
untuk mengembalikan pemerintahan kekhalifahan tunggal sebagaimana yang pernah
terjadi pada masa al-Khulafaur ar-Rasyiddin (Empat Khalifah Besar). Pada waktu
itu semangat Pan Islamisme telah berkembang dalam berbagai bentuk dan gerakan
Islam diseluruh negara Islam. Gerakan ini kemudian dikenal sebagai gerakan
Fundamentalis Islam.
Pengaruh
Pan Islamisme ini kemudian meluas ke seluruh negara Islam di dunia.
Terbentuknya Liga Dunia Islam (Muslim Word League atau Rabitah al-Alam
al-Islam) pada 1962 merupakan bentuk nyata dari gerakan Pan Islamisme. Liga
Dunia Islam yang didukung oleh 43 negara kemudian menyelanggarakan konferensi
Islam dan berbagai kegiatan lainnya. Raja Faisal dan Shah Iran pada 1965
menyerukan pentingnya menyelenggrakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam
bagi para negara muslim di Makkah. Gagasan tersebut sesungguhnya merupakan
bagian dari usaha mewujudkan semangat Pan Islamisme.
Sebuah konferensi yang
dilaksanakanlima tahun kemudian di Jeddah, dihadir oleh para menteri luar
negeri negara-negara Islam berhasil memebentuk sebuah lembaga permanen yang
permanen yang diberi nama Organization of
Islamic Conference (OIC) atau Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang
berkedudukan di Jeddah. Organisasi tersebut
dipandang sebagai upaya maksimal untuk menampung aspirasi pembaharuan
dan penyatuan Islam. Pada 1991, oragnisasi tersebut menyelenggarakan konferensi
yang ke-6 di Dakkar.perkembangan Pan Islamisme sangat pesat dinegara-negara
Islam, seperti Mesir, Libya, Iran, Irak, Pakistan, Afghanistan, Arab Saudi, dan
Indonesia. Tokoh-tokoh pembaharuan Islam yang terkenal di dunia antara lain
Jamaluddin al-Afgani (1839-1877 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), dan Rashid
Ridha (1864-1935 M). Pemikiran mereka sangat mempengaruhi pemikiran umat Islam
di Indonesia. Pembaharuan Islam di Indonesia tampak dari berkembangnya
organisasi-organisasi Islam, seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam.
Tokoh-Tokoh yang
Berperan dalam Penyebaran Pan Islamisme di Indonesia
Pelopor pertama Syeikh Taher Jalaludin
Syeikh
Taher Jalaluddin yang usianya pada waktu itu masih muda, masih sempat beliau
berguru berhalakah kepada Syeikh Muhammad ‘Abduh. Yang terang ialah bahwa sejak
majalah “Al-Manar” diterbitkan pada tahun 1315 H, sampai majalah itu berhenti
terbit, Syeikh Taher Jalaluddin bersama-sama dengan tuan Syeikh Muhammad
Al-Kalali, seorang keturunan Arab, menerbitkan majalah “Al-Imam” di Singapura,
yang isinya telah jelas mengambil haluan “Al-Manar”. Dan sekali-kali telah
disalin beberapa rencana yang telah ditulis oleh Sayid. Jadi Syeikh Taher
Jalaluddin sejak masih muda telah berguru kepada para tokoh agama untuk
mendapatkan ilmu-ilmu yang berbasis Agama Islam.
Jamaludin Al-Afghany dan Syeikh Muhammad ‘Abduh
didalam majalah “Al-Urwatul Wutsqa” kedalam bahasa Melayu dan dimuat
dalam majalah itu. Pada tahun 1908 terpaksa pimpinan majalah yang dicintainya
itu ditinggalkannya, karena Sultan negeri Perak memintanya dengan
sungguh-sungguh supaya sudi menjabat pangkat Mufti dalam kerajaan Perak.
Kawan-kawannya menganjurkan agar beliau menerima jabatan yang mulia itu, karena
merasa besar harapan dapat melancarkan cita-cita perubahan dan kemajuan yang
sangat bergelora dalam hati beliau. Maka beliau terimalah jabatan itu dan
diserahkannyalah pimpinan majalah “Al-Imam” kepada Sayid Muhammad bin Aqil, dan
beliaupun berangkatlah ke Perak. Tetapi jabatan yang tinggi itu tidaklah
rupanya memuaskan hati beliau. Fatwa-fatwanya sudah jauh lebih maju daripada
fatwa yang biasa diterima dari mufti yang sebelumnya. Sehingga walaupun Sultan
menyokongnya, namun ‘ulama-‘ulama Kerajaan yang lain tidaklah selalu senang
menerima fatwa itu, sehingga senantiasa tumbuh perselisihan. beliau mohonkan
kepada Sultan agar beliau dibebaskan dari tugas. Terpaksalah Sultan mengabulkan
dan beliaupun berhentilah. Lalu beliau berangkat pada tahun 1911 ke negeri
Johordan disana beliau mengajar. Dan pada tahun itu pulalah ‘ulama-‘ulama yang
sefaham dengan beliau, atau murid-muris beliau waktu di Makkah meneluarkan
majalah Islam yang kedua buat Indonesia dan Tanah Melayu, atau yang pertama di
Sumatera. Yaitu Majalah “Al-Munir” terbit di Padang, Pidato Hamka sewaktu akan menerima gelar
doktor honoris causa dari Universitas AL-Azhar di Mesir.
Beliau menjadi Ketua
Sidang Pengarang dari majalah “Saudara” yang terbit di Pulau Pinang sampai
tahun 1937. Oleh sebab itu maka dalam catatan sejarah persurat-kabaran di Tanah
Melayu, Syeikh Taher disebut “Syekhnya kaum wartawan”. Jadi mampu untuk di
tarik kesimpulan bahwa Syeikh Taher adalah seseorang yang mempunyai jiwa-jiwa
pemimpin terbukti Syeikh Taher bisa menjadi seorang ketua dalam Pengarang dari
majalah “Saudara”.
Kaum Muda di Sumatra
Ulama-ulama yang menerima gerak baru di Sumatera
itu, yang paling terkemuka ialah 3 orang. Syeikh Muhammad Djamil Djambek (yang
tertua diantara mereka), Syeikh ‘Abdullah Ahmad dan Syeikh ‘Abdul Karim
Amrullah.
Ø Syeikh
‘Abdullah Ahmad menetap di kota Padang dan beliau sendirilah yang mengepalai
penerbitan “Al-Munir”. Syeikh Abdullah Ahmad adalah seorang pengarang dan
wartawan, yang dengan penanya dapat menyiarkan fahamnya, bukan saja kepada
orang kampung, bahkan dalam kalangan orang-orang yang berpendidikan barat. Yang
salah seorang peminatnya adalah Mohamad Hatta yang menjadi petinggi Negara.
Ø Syeikh ‘Abdul Karim Amrullah menetap di Padang
Panjang. Syeikh ‘Abdul Karim Amrullah ahli dalam hal Fiqh dan Ushulnya, dan
menyatakan dengan terang-terangan dalam satu bukunya bahwa beliau membantah
faham yang menyatakan pintu ijtihad telah tertutup. Beliau mendirikan sebuah
madrasah di Padang Panjang, untuk membentuk kader-kader yang kemudian
menyampaikan fahamnya kepada umum.
Ø Syeikh
Muhammad Djamil Djambek di Bukittinggi. Syeikh Djamil Djambek ahli falak dan
beliaulah yang mula-mula menyatakan pendapat bahwa memulai dan menutup puasa
Ramadhan boleh dengan memakai hisab dan beliau amat ahli memikat hati orang
supaya kuat beribadah dan membantah keras kepercayaan-kepercayaan yang salah
tentang tasawuf. Syeikh ‘Abdul Karim
Amrullah ahli dalam hal Fiqh dan Ushulnya, dan menyatakan dengan
terang-terangan dalam satu bukunya bahwa beliau membantah faham yang menyatakan
pintu ijtihad telah tertutup. Beliau mendirikan sebuah madrasah di Padang
Panjang, untuk membentuk kader-kader yang kemudian menyampaikan fahamnya kepada
umum.
Didalam “Al-Munir” itulah Syeikh
‘Abdul Karim Amrullah menjawab segala soal yang berkenaan dengan hukum-hukum
agama dan menyatakan fatwanya yang mulai kelihatan perbedaannya dengan
faham-faham yang biasa. Adapun kegoncangan yang pertama timbul ialah setelah
keluar buku “Al-Fawaid Al-‘Aliyyah” yang dikhususkannya untuk menyatakan bahwa
melafalkan niat “ushalli” dipermulaan sembahyang itu tidaklah berasal daripada
Rasul, dan tidak diperbuat oleh sahabat-sahabatnya dan tidak pula oleh
Imam-Imam madzhab yang empat. Dikemukakannya pendapat ‘ulama, ulama segala
madzhab yang menguatkan pendapatnya itu, diantaranya ialah perkataan Ibnul
Qayyim didalam kitabnya Zaadul Ma’ad,
“Pidato Hamka” sewaktu akan menerima gelar doktor honoris causa dari
Universitas AL-Azhar di Mesir.
Kegoncangan kedua ialah setelah keluar pula kitabnya
yang bernama “Iqazun Niyam” yang menyatakan pula bid’ahnya berdiri
ketika membaca Maulid Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu
keluar pulalah fatwanya menyerang habis-habisan nikah “Muhallil”, padahal cara
yang buruk itu masih banyak dilakukan orang diwaktu itu dan didiamkan saja oleh
‘ulama-‘ulama, bahkan dibolehkan, sebab ada ‘ulama mutaakhirin Syari’iyyah yang
membolehkan. Setelah itu mulailah dibatalkannya amalan kaum tasawuf, yaitu
merabithahkan hati dengan guru ketika mengerjakan suluk, dan diberantasnya
faham Wahdatul Wujud jadi meskipun ditimbulkan diatas nama Syeikh ‘Abdul Karim
Amrullah, namun kedua temannya itu turut bersatu mempertahankan fatwa itu jadi
mampu untuk di tarik kesimpulan bahwa dari ketiga tokoh tersebut saling berdiri
teguh dengan fatwa-fatwa yang telah di miliki.
Selain dari itu mulai pulalah mereka mengubah
Khutbah Jum’at. Selama ini khutbah Jum’at hanya dalam bahasa ‘Arab saja. Yang
lebih dahulu tidak faham adalah khatibnya sendiri sebelum orang yang mendengar.
Mereka mengeluarkan fatwa bahwa boleh khutah dalam bahasa yang difaham oleh
umat di tempat itu, dan kalau yang memakai bahasa ‘Arab juga cukuplah
rukun-rukunya saja, supaya ada faedah bagi khutbah itu yang bermaksud memberi
petunjuk dan ajaran kepada kaum Muslimin! Dihitung orang adalah 17 perkara
banyaknya soal baru yang mereka timbulkan. Niscaya timbullah reaksi daripada
`Ulama yang bertahan pada yang lama. Dan reaksi itu amat hebat. `Abdul Karim
Amrullah dan kawan-kawannya dituduh telah keluar dari Mazhab, bahkan telah
talfiq dalam mazhab, sebab memakai alasan dari kitab Zadul Ma`ad, karangan
Ibnul Qayyim, yang bukan seorang `Ulama Mazhab Syafi'i, tetapi bermazhab
Hanbali dan banyak pula fatwanya yang disalahkan oleh `Ulama dizamannya. Dan
apabila telah talfiq dalam mazhab, niscaya keluarlah dia dari Mazhab Ahli
Sunnah Wal Jama'ah. Untuk itu, mereka menerbitkan pula satu majalah bernama
“Al-Mizan". Mereka menamakan diri mereka “Kaum Tua" yang setia
memegang Mazhab.
Banyak
‘ulama yang mengarang bantahan khusus terhadap fitnah Sayid Zaini Dahlan dan
Syekh Yusuf Nabhani ini. Diantaranya oleh Sayid Mahmud Syukri Al Alusi dalam
kitab Ghayah Al Amani fi Ar-Radd ‘ala An-Nabhani. dan menggelari
'Ulama Angkatan Baru itu “Kaum Muda" yang keluar dari Mazhab. Terjadilah
pertukaran fikiran, kadang-kadang bagus dan indah dan kadang-kadang kasar dalam
kedua majalah itu. Mungkin setengah daripada perkara itu di zaman sekarang
boleh dipandang kecil, tetapi bagi masa itu adalah soal penting, karena itulah
permulaan daripada pembahasan yang membuka fikiran, tandanya pintu ijtihad
telah mulai terbuka. Dahulu pedoman hanya kitab “Tuhfah" dan “Nihayah",
sekarang sudah naik kepada “Al-Uum" dan terus kepada Al Quran. Dalam
hebatnya pertentangan-pertentangan itu tersiarlah buku-buku karangan Sayid
Zaini Dahlan dan Syekh Yusuf Nabhani. Kedua beliau itu dalam
karangan-karangannya mencela faham Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim dan mencela
Wahhabi, karena perkara tawassul. Dan Syekh Yusuf Nabhani tidak lagi
semata-mata mencela, tetapi memfitnah dan membusuk-busukkan Sayid Jamaluddin
Al-Afghany dan Syekh Muhammad 'Abduh, melepaskan seluruh sakit hatinya dengan
kata-kata yang rendah, yang tidak layak bagi seorang biasa, usahkan `Ulama.
Sampai sekarang masih ada sisa-sisa pengaruh fitnah buku Nabhani itu di
tempat-tempat yang tersembunyi yang tidak berani menentang cahaya Matahari
Kebenaran.
“Kaum Muda" itu dituduhlah
keluar dari Mazhab, meniru kafir karena membolehkan memakai pantalon dan
membolehkan belajar agama dengan memakai bangku dan papan-tulis. Tetapi semua
celaan, tantangan dan serangan itu tidaklah sedikit jua menjebabkan mereka
mundur setapak juapun daripada langkah mereka, bahkan menambah mereka lebih
berani. Sebagaimana saja katakan tadi, Syekh `Abdul Karim Amrullah mengajar di
Padang Panjang, maka banyaklah murid datang. Diantara murid itu ialah Zainuddin
Labay El-Yunusy yang telah menterjemahkan Riwayat Perjuangan Mustafa Kamil
kedalam bahasa Indonesia ditahun 1916. Dan beliau tidak pula lupa memikirkan
pendidikan bagi anak-anak perempuan, lalu beliau dirikan pula Madrasah yang
khusus buat mereka. Maka adalah Nyonya Rahmah El- Maka ditahun berikutnya Al-Azhar
pun untuk pertama kalinya setelah 1000 tahun berdirinya mendirikan sekolah
untuk perempuan. Pengembangan sekolah ini dengan bantuan dari Ny. Rahmah
El-Yunusyah sehingga beliau digelari “Syaikhah” oleh Al-Azhar
Yunusyah yang
telah ziarah ke Mesir ini tahun yang lalu, murid yang utama diantara mereka. Dan
Nyonya Rahmah sendiri kemudiannya meneruskan usaha itu, sehingga sekolahnya itu
dizaman sekarang menjadi satu teladan didikan bagi anak perempuan dalam hal
agama, sehingga menimbulkan niat pula bagi Syekh Jami' Al-Azhar Dr Syekh `Abdur
Rahman Taj hendak mendirikan sekolah semacam itu sebagai bahagian dari
Al-Azhar, sebab telah beliau lihat sendiri seketika beliau melawat kesana13.
Satu contoh dari pada keberanian `Ulama itu ialah soal pakaian. Sudah menjadi
adat `Ulama memakai jubah dan sorban dan beliau-beliaupun memakai jubah dan
sorban. Tetapi beliau-beliau telah menyatakan fatwa bahwa memakai pakaian
secara Barat dengan capiau dan dasi tidaklah haram, karena Islam tidaklah
menentukan corak pakaian tertentu; serupa benar dengan fatwa Syekh Muhammad
'Abduh yang terkenal dengan “Fatwa Transval" itu. Tetapi oleh karena
'Ulama Kaum Tua mengatakan bahwa berpakaian demikian haram, maka Syekh
'Abdullah Achmad dan Syekh `Abdul Karim Amrullah telah sengaja memakai
pantalon, capiau dan dasi beberapa tahun lamanya. Dan kemudian setelah hal itu
tidak menjadi bincangan hangat lagi, beliau-beliaupun kembali memakai jubah dan
sorbannya. Dan Syekh Muhammad Djamil Djambek sengaja membeli motorfiets dan
menaikinya sendiri, dan membeli mobil dan memegang setirnya sendiri, suatu hal
yang “ganjil" bagi `Ulama pada pandangan waktu itu. Beliau memakai
kendaraan itu buat pergi ke kampung-kampung memberi ajaran dan fatwa kepada
ummat. `Ulama-‘ulama
Tua itupun pernah meminta fatwa kepada 'Ulama' Makkah buat menjatuhkan mereka
itu dan buat mencap mereka sesat lagi menyesatkan, karena 17 masalah yang
mereka keluarkan itu. Fatwa itupun datang, meskipun `Ulama-‘ulama Makkah itu
hanya mendengar keterangan dari sebelah pihak saja. Tetapi tidaklah ada
bekasnya atas Ummat Minangkabau, melainkan sangat sedikit, sebab pengaruh
mereka atas negerinya sudah lebih dari pada pengaruh 'Ulama Makkah yang jauh
itu. Orang tidak mau taqlid lagi.
Beberapa `Ulama
Lain Yang Sefaham
Beberapa orang `Ulama
yang lain di Sumatera Barat menjelaskan pendirian yang berpihak kepada
beliau-beliau. Patutlah dicatat nama Syekh Muhammad Thaib Tanjung Sungayang,
Syekh 'Abdullatif Rasyid dan saudaranya Syekh Daud Rasyid Balingka, Syekh
'Abbas 'Abdullah dan saudaranya Syekh Mustafa 'Abdullah Padang Japang, Syekh
'Abdurrasjid Maninjau, Tuanku Laut Lintau, Syekh Ibrahim bin Musa Parabek. Yang
satu inilah yang sekarang masih hidup. Beliau-beliau itu menerima murid-murid
belajar pada pondoknya masing-masing. Seluruh madrasah itu pada tahun 1918
digabungkan dalam satu organisasi bernama “Sumatera Thawalib".
Dalam madrasah itu sejak tahun 1918 itu mulailah dikaji orang karangan-karangan
Muhammad 'Abduh dan tafsirnya, buah tangan Sayid Rasyid Ridha dan lain-lain,
sehingga keluar dari sana angkatan muda Islam mendapat semangat baru. Dan
beberapa orang diantara mereka melanjutkan belajar ke Al-Azhar dan Daru'l Ulum
di Mesir mampu untuk di tarik sebuah kesimpulan bahwa madrasah-madrsah yang
berada di daerah Sumatra mmapu untuk melahirkan murid-murid yang berprestasi
yang mampu untuk di banggakan.
Beberapa ulama di Jawa
yang terpengaruh oleh fikiran Muhammad Abduh di Tanah Jawa adalah sebagai
berikut :
Syekh Ahmad Soorkati.
Yang pertama ialah
Syekh Ahmad Soorkati As-Sudani, Syekh Ahmad Soorkati berasal dari Sudan dan
lama berdiam di Madinah Munawwarah. Sebagian orang mengatakan bahwa Syekh Ahmad
Soorkati meninggalkan Sudan setelah pemberontakan Mahdi. Syekh Ahmad Soorkati
berangkat .ke Indonesia atas undangan masyarakat Arab Hadramaut yang telah
lebih dulu datang ke Indonesia sejak awal abad kesembilan belas, atau lama
sebelum itu. Jasa mereka besar juga dalam penyebaran dan pengokohan Islam di
Indonesia. Tetapi tidaklah dapat mereka melepaskan diri sama sekali daripada
kebekuan berpikir dan khurafat yang telah mereka bawa dari negeri asal mereka.
Tetapi ada juga
beberapa orang yang telah terbuka matanya dan dapat melepaskan dirinya dari
silang sengketa itu, yang tidak sesuai lagi dengan suasana baru di Indonesia, lalu
mereka berlangganan majalah “Al-`Urwatul Wustqa", sehingga cara berfikir
mereka menjadi maju dan majalah itupun dilarang masuk ke Batavia pada masa itu.
Tetapi mereka dapat menerima majalah itu dengan diselundupkan dari Tuban,
sebuah pelabuhan kecil di Jawa Timur. Setelah itu mereka berlangganan dengan
majalah “Al-Manar" dari Sayid Rasyid Ridha. Keduanya inilah yang membuka
jalan bagi kedatangan Syekh Ahmad Soorkati.
Tersebarlah
faham Sayid Jamaluddin Al-Afghany, Syekh Muhammad 'Abduh dan Sayid Rasjid Ridha
dikalangan masyarakat Arab Indonesia. Maka Syekh Ahmad Soorkati menganjurkan
untuk mendirikan perkumpulan “Al-Irsyad" atas sendi ajaran 'Abduh.
Perkumpulan itu masih tetap berdiri dan teguh memegang pendiriannya sampai
sekarang.
Sayid
'Abdur Rahman Baswedan yang mula-mula menyatakan dengan tegas, anak-anak Arab
dari Ibu Indonesia tidaklah “orang-asing" dinegeri ini dan tidak pula
“golongan kecil". Sebab itu dianjurkan kaumnya supaya meleburkan diri ke
dalam masyarakat Indonesia, karena mereka tidak akan pulang ke Hadramaut.
bagaimana pula tantangan yang diterima oleh Baswedan dari bapa-bapa mereka
orang Hadramaut asli di Indonesia, karena masa itu ada perasaan sedikit-sedikit
bahwa orang Arab lebih tinggi kedudukannya dari pada orang Islam Indonesia.
Maka
seketika Pemerintah Republik Indonesia bermaksud mengadakan kursi di dalam
Parlemen dan Konstituante untuk golongan kecil, Baswedan telah menentang dengan
keras, dan dia berkata : “Kami bukanlah golongan kecil di negeri ini. Kami
adalah anak Indonesia ! Kami lahir disini, kami makan dari hasil buminya dan
minum akan airnya, dan kamipun akan meninggal disini, insya Allah ! Kami tidak
merasa ada perbedaan kami dengan saudara kami bangsa Indonesia yang lain,
apatah lagi agama kami satu !”.
Lantaran tantangan yang
keras itu terpaksa Pemerintah tidak mengadakan kursi untuk golongan Arab, dan
yang ada hanyalah anak Indonesia turunan Arab, duduk dalam Parlemen atau
Konstituante mewakili partai politik yang ada. Diantaranya Sdr. A. Rahman
Baswedan sendiri mewakili partai Masyumi sebagai temannya Omar Hobais, dan
Hamid Al-Qaderi mewakili Partai Sosialis Indonesia dan lain-lain dari berbagai
partai. Dan Baswedan sebagai juga Omar Hobais adalah pemuka-pemuka yang sangat
giat dalam partai Masyumi.
K.H.A. Dahlan dan Muhammadiyah.
Kalau
Syekh Ahmad Soorkati penyebar faham 'Abduh dalam kalangan Arab, maka adalah
K.H.A. Dahlan penyiarnya dalam kalangan orang Indonesia. Beliaulah pendiri
Perserikatan Muhammadiyah. K.H.A. Dahlan dilahirkan di Jogjakarta, Jawa Tengah,
tempat kedudukan Sulthan Jawa. Beliau adalah dari keturunan orang-orang mulia
dan nenek moyang beliau termasuk orang-orang besar disekeliling Raja, sehingga
Sulthan telah memberikan kepadanya jabatan agama, yaitu menjadi Khathib dari
Masjid Sulthan dan diberi gelar “Khathib Amin".
Setelah
K.H.A. Dahlan berlangganan dengan majalah Al 'Urwatul Wustqa dan Al-Manar
K.H.A. Dahlan mendapat fikiran baru tentang Islam, ditambah lagi dengan membaca
Tafsir Muhammad 'Abduh dan kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan Ibnul-Qayyim. Maka
dengan berangsur-angsur K.H.A. Dahlan melepaskan diri dari ikatan jabatan dan
mulailah beliau melihat dan memperhatikan nasib Umat Islam Jawa dari dekat.
K.H.A. Dahlan melihat Islam di tanah Jawa dalam bahaya. K.H.A. Dahlan melihat
bahwa tiga musuh besar bagi perkembangan jiwa bangsa telah menyerang Umat
Islam, yaitu kebodohan, kemelaratan dan penderitaan, atau penyakit lahir dan
bathin. Islam kian lama kian mundur dan seorang ulama pun tidak ada yang
tampiuntuk memperbaiki adat istiadat dan pengaruh ajaran agama yang telah lebih
dahulu dipeluk oleh bangsa Jawa, yaitu Buddha dan Hindu belum hilang sama
sekali.
Oleh
sebab itu haruslah ada satu gerakan agama yang lebih teratur yang dapat
menandingi pula gerakan teratur dari pihak lawan. Maka beliau dirikanlah
gerakan Muhammadiyah pada tahun 1912. Dan dimintanya pengakuan dari pihak
kekuasaan Belanda.
Tujuan
pergerakan itu ialah :
1. Memajukan dan
menggembirakan pelajaran dan pengajaran Agama Islam.
2. Memajukan dan
menggembirakan hidup sepanjang kemauan Agama Islam bagi anggota-anggotanya.
Untuk
mencapai tujuan itu hendaklah terlebih dahulu anggota Muhammadiyah memperbaiki
aqidah-nya tentang Islam, dari pada khurafat dan bid'ah, bersendi kepada Al-Quran
dan Sunnah. Dan hendaklah anggota itu mempertinggi mutu imannya dan
membersihkan jiwanya daripada syirik, dan menghidupkan tolong menolong berbuat
kebajikan dan taqwa, supaja menjadi Muslim sejati. Dan diwajibkannya
anggota-anggota itu, atau muridnya mempelajari Al-Quran dan menyesuaikan hidup,
setapak demi setapak dengan ajarannya, dan hendaklah dipelihara sungguh-sungguh
ibadat kepada Tuhan sejak dari wajibnya sampai kepada sunnat.
Mula-mula
beliau matangkan didikannya kepada murid-muridnya di sekeliling kampung Kauman
Yogyakarta, yaitu kampung yang selalu terdapat di kota-kota ditanah Jawa,
didekat masjid. Setelah jiwa muridnya itu berisi, disuruhlah mereka mempedomani
Hadist Nabi : “Sampaikan dari padaku, walaupun satu ayat !" Lalu
menyiarkan fahamnya itu ketempat-tempat lain, mula-mulanya di sekelilingnya,
lalu lama-lama ke kota-kota yang lain. Dan didirikanlah cabang-cabang atau
ranting Muhammadiyah di kota yang lain itu, dengan tujuan yang tidak berobah
daripada di pusat.
Usahanya
dan keteguhan hatinya didengar di seluruh Tanah Jawa. Bermacam-macam penerimaan
masyarakat. Ada yang menentang dan ada yang menerimanya lalu berhubungan
langsung dengan beliau. Ada pemuda-pemuda yang datang sendiri menziarahinya ke
Yogya dan setelah K.H.A. Dahlan melihat bahwa pemuda itu dapat diajadikan
harapan untuk menjadi penyebar fahamnya di tempat kediamannya, K.H.A. Dahlan
pun datang sendiri ketempat pemuda itu.
Maka
dengan tidak memperdulikan kesehatannya dan tidak memperdulikan harta bendanya,
kerap kalilah beliau meninggalkan rumah tangganya. Pergi ke Solo, Surabaya,
Madiun, Pekalongan, Bandung dan Jakarta. Sebagai saja katakan tadi pula,
tidaklah saja hendak menerangkan bagaimana besar reaksi dari pembela faham lama
terhadap K.H.A. Dahlan.
K.H.A.
Dahlan pernah dituduh perusak agama, dan kata orang pernah beliau ditampar
dalam satu majlis, sehingga terjatuh serbannya, dan itu diterimanya saja dengan
lapang dada. Sebab telah ada pengobat hatinya, yaitu beberapa orang pemuda yang
telah menyambut ajarannya dengan mendalam, Mansyur di Surabaya, `Abdul Mu'thi
di Madiun, Muchtar Buchari di Solo, Kartosudarmo di Jakarta dan lain, yang
kemudian menjadi pemimpin-pemimpin Muhammadiyah yang penting.
Cita-cita
yang K.H.A. Dahlan tanamkan itu pun tumbuh, dan berdirilah cabang Muhammadiyah
di Solo, Surabaya, Pekalongan, Garut dan Jakarta dan beberapa tempat lain,
masing-masing dengan amalnya sendiri. Karena beliau membuat aturan yang masih
dipakai sampai sekarang. Suatu cabang belum disahkan sebelum ada bekas amalnya.
Muhammadiyah
telah berdiri teguh, meskipun baru sedikit, dan K.H.A. Dahlan yakin nanti akan
tersebar lagi. Tetapi karena itu, harta bendanya telah habis dan kesehatannya
telah sangat mundur. K.H.A. Dahlan wafat pada tahun 1923, setelah 11 tahun
berjuang siang malam. K.H.A. Dahlan meninggal dalam hal keadaan miskin harta
benda dan kaya dalam bekas amalan.
Setelah
K.H.A. Dahlan meninggal, murid-murid dan pengikutnya telah menyebarkan
Muhammadiyah keluar Jawa, ke Sulawesi, ke Kalimantan, ke Pulau Billiton dan ke
Sumatera. Dan tersebarlah dengan amat pesatnya di Minangkabau setelah Syekh
`Abdul Karim Amrullah pada ziarahnya yang kedua kali, datang pula ke Yogya dan
mempelajari Anggaran Dasar Muhammadiyah, dan setelah Syekh `Abdul Karim
Amrullah pulang, diajaknya murid-murid dan anak-anaknya mendirikan Pergerakan
itu pula di Minangkabau. Maka masuklah orang berduyun-duyun dan berdirilah
cabang-cabangnya disana, sampai sanggup mengadakan Kongres Besar Muhammadiyah
seluruh Indonesia di Bukittinggi pada tahun 1930.
Pergerakan
ini tidak mencampuri politik, meskipun K.H.A. Dahlan sendiri menjadi Penasehat
dari Partai Syarikat Islam yang dipimpin H.O.S. Tjokroaminoto. Dan Markas
Besarnya sampai sekarang ialah kota Yogyakarta. Tetapi anggotanya bebas
memasuki partai politik yang disukainya, yang dianjurkan kalau hendak
berpolitik pilihlah yang bertujuan Islam. Oleh sebab itu sebahagian besar
mereka masuk dalam Partai Politik Islam Masyumi, dan sedikit yang masuk yang
lain, dan tidak ada yang masuk Partai Komunis.
Adapun anggota pergerakan ini tidaklah banyak, jika
dibandingkan dengan bilangan orang Islam di Indonesia. Bangsa Indonesia menurut
hitungan terakhir 80 juta, 75 juta beragama Islam, dan anggota Muhammadiyah
setelah diadakan saringan hanya 200,000 orang. Sebabnya ialah karena menerima
anggota tidaklah dipermudah. Yang diterima ialah orang yang baik akhlaknya dan
baik ibadatnya, dan bagi barangsiapa yang belum lengkap syarat itu masih
dibilangkan “kandidat anggota", atau penganut faham (simpatisan). Dan yang
terpenting lagi ialah pengaruh anggota yang sedikit kepada masyarakat Islam
yang banyak dan bekas amalnya. Semua beramal menurut bakatnya (kullun ya'malu
'ala syakilatih).
Ahmad Hasan
Nama Ahmad Hasan yang
dikenal sebagai Hasan bandung walaupun telah bertahun-tahun tinggal di Bangil,
Ahmad Hassan merupakan seorang ulama besar yang
lahir pada tahun1887 di Singapura. Ayahnya bernama Ahmad seorang
pengarang dan wartawan yang terkenal di Singapura, yang menerbitkan beberapa surat
kabar dalam bahasa Tamil. Ibunya bernama Haji Muznah berasal dari Palekat (
Madras ), tetapi kelahiran Surabaya, Ahmad dan Muznah menikah di Surabaya dan
kemudian pindah ke Singapura.di sanalah lahir Ahmad Hassan bin Ahmad .
Pendidikan A. Hassan,
pada usia 7 tahun A. Hassan Al-Qur’an dan agama kemudian masuk sekolah melayu,
belajar bahasa Arab, Melayu, Tamil dan Inggris. Keahlian A. Hassan dalam agama
ialah masalah Hadits, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Ilmu Kalam dan Manthiq.
Diluar waktu belajar, Ahmad Hassan juga mengasah bakatnya dalam bidang bertenun
dan pertukangan kayu, dia juga sempat membantu ayahnya di percetakan, menjadi
pelayan dan lain-lain. Setelah menyelesaikan proses belajar hingga tahun 1910,
Hassan mengabdikan diri sebagai guru di Madrasah untuk orang-orang India di
beberapa tempat, antaralain di Arab Street, Baghdad Street dan Geylang di
Singapura.
Keinginan ayah Ahmad
Hassan untuk melihat anaknya menjadi penulis membuahkan hasil, pada tahun
1912-1913 Ahmad Hassan membantu Utusan Melayu yang diterbitkan di Singapura
pimpinan Inche Hamid. Ahmad Hassan
banyak menulis tentang nasehat, anjuran untuk berbuat baik, mencegah
kejahatan, ia juga menyoroti berbagai masalah yang berkembang dalam bentuk
syair, tulisannya banyak mengandung kritikan masyarakat untuk kemajuan Islam.
Salah satu tulisannya yang dianggap kritis waktu
itu ialah kritikannya terhadap Tuan Qadhi (Hakim Agama) yang memeriksa perkara
dengan mencampurkan tempat duduk pria dan wanita. Saat itu merupakan tindakan
yang luar biasa mengingat Hakim Agama memililki kedudukan yang tinggi sehingga
tidak ada yang berani mengkritiknya. Dalam profesi Ahmad Hassan sebagai
pengarang dan penulis, Hassan pernah membuat cerita humor dan diterbitkan dalam
empat jilid.
pada tahun 1921
Ahmad Hassan pindah dari Singapura ke Surabaya, mula-mula Ahmad Hassan
berdagang namun mengalami kerugian, sehingga Ahmad Hassan kembali bekerja
sebagai vulkanisir ban mobil. Jiwa pejuangan dan pengetahuan agama yang
menyebabkan Ahmad Hassan dalam waktu singkat berkenalan dengan para pemimpin
Serikat Islam di Surabaya. Dia bersahabat baik dengan H.O.S Cokroaminoto, A.M
Sangaji, H.A Salim Bakri Suratmaja dan lain-lain.
Ahmad Hassan pernah belajar tenun di Kediri, Tetapi Ahmad
Hassan belum puas, lalu ia pergi ke Bandung dan mendapat ijazah di sana,.selama
tinggal di Bandung Ahmad Hassan berkenalan dengan tokoh-tokoh Persis,antara
lain Asyari, Tamim Zamzam dan lain-lain, kedatangan ke bandung pada tahun 1925,
dua tahun setelah berdiri Persatuan Islam. Sering kali Ahmad Hassan mengajar di
pengajian-pengajian Persis, Ahmad Hassan menetap di Bandung, menjadi guru
Persis dan menjadi tokoh terkemuka di Persis
Banyak pekerjaan yang dilakukan oleh Ahmad Hassan antara
lain menjadi guru Persis, member kursus padaa pelajar-pelajar didikan barat,
bertabligh setiap minggu, menyusun berbagaai karangan untuk mengissi majalah
ataupun buku lainnya.
Setelah tujuh belas tahun Ahmad Hassan tnggal di Bandung,
pada tahun 1941 ia pindah ke bangil, bersama percetakannya sebagai bekal hidup,
di Bangil ini Ahmad Hassan terus berdakwah dan menulis, ia mencetaak dan menerbitkan sendiri
kartanya. Di Bangil Ahmad Hassan mendirikan pesantren PERSIS di samping
pesantren putri yang sampai kini dihuni oleh para santri dari berbagai tanah
air.
Sejak itulah, banyak organisasi Islam yang muncul.
Persatuan Islam berdiri di Bandung pada 12 September 1923, Organisasi Persatuan
Islam atau yang lebih dikenal dengan nama PERSIS merupakan organisasi sosial
keagamaan yang proses berdirinya di awali dengan terbentuknya suatu kelompok
tadarusan di Kota Bandung yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad
Yunus. Keduanya merupakan keturunan dari tiga keluarga yang pindah dari
Palembang pada abad 18 (Federspiel 1996:15)
Pada
dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran paham Alquran dan
sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus,
pendirian sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan
kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Dalam bidang
pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi
orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland
Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam
(Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara
resmi didirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di Bandung.
Dalam bidang
penerbitan ( publikasi ), Persis banyak menerbitkan buku-buku dan
majalah-majalah, di antaranya majalah Pembela Islam ( 1929 ), Al-Fatwa
( 1931 ), Al-Lissan ( 1935 ), At-Taqwa ( 1937 ), majalah
berkala Al-Hikam ( 1939 ), Aliran Islam ( 1948 ), Risalah
( 1962 ), Pemuda Persis Tamaddun ( 1970 ), majalah berbahasa Sunda Iber
( 1967 ), dan berbagai majalah ataupun siaran publikasi yang diterbitkan
oleh cabang-cabang Persis di berbagai tempat. Beberapa di antara majalah
tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi (Republika,3 Oktober 2010).
Sejak
berdirinya pada 1923, Persis tetap konsisten berjuang menegakkan misi utama
organisasi ini. Bahkan, Ahmad Hassan, sang guru utama Persis, harus berhadapan
dengan sejumlah tokoh yang mendebatnya, karena dianggap pandangannya yang
radikal. Namun, semua itu dibuktikan A Hassan dengan dasar-dasar yang konkret
dalam Alquran. A Hassan menginginkan umat ini kembali mengkaji Al-Quran dan
Sunnah, sebagai rujukan utama. Bila tidak ditemukan dasarnya dalam kedua sumber
hukum Islam tersebut, maka perbuatan itu harus ditinggalkan (Republika, 3
Oktober 2010).
Pengaruh Gerakan
Pembaharuan Pan Islamisme di Indonesia
Gerakan
reformasi Islam di Timur Tengah berkembang sebagai reaksi terhadap imperialisme
Eropa. Tokoh terkemuka dari gerakan tersebut adalah Jamaluddin Al-Afgani
(1839-1897) dan Syekh Muhammad Abduh (1849-1905) serta muridnya, Muhammad
Rasyid Ridha. Pada permulaan abad ke-20, gerakan reformasi tersebut turut
mempengaruhi bangkitnya pergerakan nasional Indonesia. Menurut Noer (1990) bahwa
gerakan pembaharuan di Indonesia tidak pernah lepas dari perkembangan dunia
pada umumnya. Inspirasi dari luar, terutama datang dari Timur Tengah. Hal yang
sama juga dikemukakan oleh Pieter Korver (1986) bahwa: “Pada
tahun-tahun permulaan abad ini, suatu gerakan reformasi Islam yang berpengaruh
mulai tumbuh di Indonesia, sebagai suatu bagian yang hakiki dari perjuangan
pergerakan nasional kepulauan tersebut pada waktu itu. Diilhami oleh ahli fikir
Islam yang berhaluan modern, seperti Muhammad Abduh (1849-1905) dan Jamaluddin
Al-Afgani (1839-1897) di Timur Tengah.”
Zuhri
(1981) menyatakan bahwa pergerakan yang terjadi di Mesir sangat diperhatikan
oleh para pemimpin di Indonesia pada permulaan abad ke-20. Salah satu faktor
ekstern yang mempengaruhi kebangkitan nasional Indonesia adalah pengaruh
gerakan Pan Islam yang dipelopori oleh
Sayid Jamaluddin Al-Afgani dengan target politiknya menghilangkan sebab-sebab
yang memecah belah umat muslim, serta mempersatukan kaum muslim untuk mempertahankan
iman. Sementara Syekh Muhammad Abduh yang bergerak di bidang agama dengan
tujuan menuntut pemurnian kepercayaan dan amal keagamaan, kenaikan taraf
kecerdasan dan modernisasi pendidikan.
Gerakan
kedua tokoh tersebut membangkitkan pergerakan nasional Indonesia, terutama
organisasi Al-Jam’iyat Al-Khairiyah (1906), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah
(1912). Waktu itu Al-Jam’iyat Al-Khairiyah dan Muhammadiyah berorientasi pada
pendidikan, sedangkan Sarekat Islam pada bidang politik. Aliran Muhammad Abduh
yang gerakannya mengarah pada usaha pendidikan, membentuk generasi baru yang
akan meneruskan perjuangan, telah mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta
dengan gerakan Muhammadiyah dan K.H. Hasyim Asy’ari di Jawa Timur dengan
Nahdlatul Ulama.
Pengaruh
Pan Islamisme ini, khususnya dalam
bidang agama, menyatakan bahwa kitab tafsir “Al-Manar” karangan Muhammad Abduh
yang diterbitkan oleh Muhammad Rasyid Ridha memperoleh tempat di hati para
pemimpin masyarakat Islam di Indonesia sehingga gerakan pembaharu itu
melahirkan Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912. Tentang Al-Jam’iyat
Al-Khairiyah sebagai organisasi berhaluan non politik (agama) banyak
mendatangkan guru dari tanah Arab, seperti Syekh Muhammad Noer yang pernah
belajar langsung pada Muhammad Abduh. Dalam mengembangkan pemikiran,
murid-murid diberikan pengertian dalam daya kritik, bukan hafalan.
Pengaruh
Pan Islamisme terhadap organisasi Sarekat Islam nampak terutama ketika
organisasi tersebut dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto yang mengikuti pemikiran
politik Jamaluddin Al-Afgani dalam menentang kolonialisme dan imperialisme
Barat. Dalam perkembangannya, Partai Sarekat Islam dan Muhammadiyah mendirikan
All Islam Congress pada tahun 1924. Selain ketiga organisasi tersebut,
Nahdlatul Ulama (1926) termasuk organisasi yang mendapat pengaruh atas
perkembangan tersebut. Hal ini terlihat dalam reaksinya terhadap dihapuskannya
kedudukan khalifah oleh Turki dan direbutnya kota Mekah. Pada bulan Februari
1926, NU mengirim suatu Komite (Komite Hijaz) ke Raja Ibnu Sa’ud, penguasa baru
di Mekah beraliran Wahabi, agar memberikan keleluasaan pelaksanaan syariat atas
dasar empat mazhab terhadap kegiatan ibadah di tanah suci, dan upaya Komite
Hijaz ini berhasil. Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan, NU menyadari bahwa
masalah yang sedang dihadapi adalah mewujudkan cita-cita kejayaan Islam,
kesejahteraan umat manusia, persatuan bangsa dan martabatnya, serta membina
masa depan yang baik.
DAFTAR RUJUKAN
Setiawan, B., dkk. 1990. Ensiklopedia Nasional Indonesia,
Jilid 12. Jakarta: Cipta Adi
Pustaka.
Pustaka.
Korver, Pieter. 1986. Gelora Api Revolusi. Jakarta:
Gramedia.
Noer, Deliar. 1990. Gerakan Modern Islam di Indonesia,
dan Studi Islam. Jakarta: LP3S.
Hanafi, A. 1989. Pengatar Theologi Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Husna.
Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid III. 1982 . Ujung Pandang: IAIN Alauddin.
Zuhri, Saifuddin. 1981. Sejarah
Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al-Maarif.
Ahmad. Hassan,
Tarjemah Bulughul Maram, Diponegoro,
Bandung.
Noer, Deliar. (1980). Gerakan Modern
Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3S.
Wildan, Dadan (2000). Pasang Surut
Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia: Potret Perjalanan Sejarah Organisasi
Persatuan Islam. Bandung: Persis Press.
Sangat membantu
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteOk
ReplyDeleteBagaimana penerpan paham pan-islamisme pada s@at ini
ReplyDeleteWhy the gambling industry is so big on casinos | Goyang County
ReplyDeleteIt betting was gambling that was 크레이지 슬롯 at first a local casino to earn 사다리게임사이트 money but gradually grew to become 룰렛 a casino in South Korea. The 강원 랜드 칩걸 casino industry has