PEMIKIRAN HOS TJOKROAMINOTO: ISLAM DAN SOSIALISME
Abstrak:
HOS.
Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh pergerakan Indonesia awal abad ke-20, pada
tahun 1912 HOS Tjokroaminoto mendirikan sebuah organisasi Sarekat Islam yang
memiliki ribuan massa. HOS Tjokroaminoto merupakan guru dan teman diskusi dari
beberapa tokoh diantaranya Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso dan Kartosoewirjo
dan karena itulah HOS. Tjokroami-noto juga disebut sebagai guru para pendiri
bangsa. Pemikiran HOS Tjokro-aminoto yang terkenal adalah tentang Islam dan
sosialisme. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang dari 13 abad
umurnya dan tidak ada hubungannya dengan pengaruh bangsa eropa. Azaz-azaz
sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan hidup Islam pada zaman Nabi Muhammad
SAW.
Kata
Kunci: HOS
Tjokroaminoto, Sosialisme, Islam
Untuk menuntut awal perkembangan
pemikiran HOS. Tjokroaminoto dalam gelanggang perjuangan kiranya tidak terlepas
dengan timbulnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang melepaskan
diri dari belenggu penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan. Disamping itu
keberadaan umat Islam pada zamannya juga melatarbelakangi semangat berbuat dan
beramal untuk bangsa dan negaranya, dan khususnya guna membawa keberadaan Islam
kepada citra yang sesuai dengan ajaran sucinya.
Pada
bulan November 1924 HOS. Tjokroaminoto menulis buku “Islam dan Sosialisme” buku
ini menjadi perhatian utama khususnya bagi kaum muslimin Indonesia. Menurut
beliau “Sosialisme” berasal dari bahasa latin –socius- dalam bahasa Belanda –makker-
dalam bahasa Melayu –teman- dalam
bahasa Jawa –konco- dan dalam bahasa
Arab –sahabat atau asyrat-.
Sejarah Sosialisme
Pada permulaan
abad 19 keadaan kaum buruh di Eropa Barat sangat menyedihkan. Kemajuan
industri secara pesat telah menimbulkan keadaan sosial yang sangat
merugikan kaum buruh, seperti upah yang rendah, jam kerja yang panjang,
tenaga wanita dan anak-anak yang disalah gunakan sebagai tenaga murah,
keadaan pabrik yang membahayakan dan mengganggu kesehatan (Budiardjo, 1999: 77-78)
Sosialisme
sebagai kekuatan besar baru lahir dalam revolusi industri yang muncul dalam
gerakan protes. Sebagai filsafat politik, ia timbul dengan melepaskan diri
dari sistem ekonomi kapitalisme yang mendukung kredo liberalisme.
Kapitalisme abad 19 adalah ekploitasi kasar dan persaingan tanpa batas.
Ketidakpuasan dan pergolakan sosial yang ditimbulkan tercermin
dalam mazhab sosialisme utopis dan Marxism. Awal kemunculan sosialisme abad ke 19 dinamakan sosialisme utopis yaitu sosialisme
yang didasarkan pandangan kemanusiaan (humanitarianisme)
dan meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut faham ini bercita-cita
menciptakan masyarakat sosialis dengan jalan damai tanpa kekerasan atau
revolusi (Azhar, 1997:56)
Kapitalisme
berkembang pesat setelah terjadinya revolusi industri pada abad 18 di mana
dengan revolusi industri produksi barang dilakukan dengan mudah
dan murah. Akibatnya terjadi akumulasi modal pada pihak tertentu
sehingga memungkinkan pengembangan industri lebih lanjut. Perkembangan
kapitalisme menciptakan polarisasi masyarakat yakni golongan majikan dan
buruh, atau golongan borjuis dan proletar. Keadaan ini menggugah
hati setiap orang seperti Robert Owen di Inggris (1771-1858),
Saint Simon (1760-1825), Fourier (1772-1837) di Perancis untuk memperbaikinya.
Mereka terdorong oleh rasa kemanusiaan, akan tetapi tanpa
disertai tindakan dan konsepsi yang nyata mengenai tujuan dan strategi dalam
memperbaiki sehingga teori-teori mereka dikenal dengan angan-angan belaka.
Karena itu mereka disebut sosialisme utopi (Utopi: dunia khayal) (Budiardjo, 1999: 78).
Karl Marx banyak
mengecam keadaan ekonomi dan sosial di sekelilingnya, ia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat
diperbaiki secara
tambal sulam tetapi dengan cara yang radikal melalui pendobrakan sendi-sendinya. Untuk itu ia menyusun teori sosial yang didasari hukum-hukum ilmiah yang dapat
dilaksanakan. Untuk membedakan ajarannya dengan Sosialisme
Utopis, maka ajaranya dinamakan sosialisme ilmiah (Scientific Socialisme). Sosialisme Ilmiah (Socialism Scientific)
merupakan pemikiran
yang melawanan segala bentuk utopia idealistik atau bentuk perlawanan terhadap
idealisme positif.
Pemahaman Marx
terhadap ketimpangan sosial berubah setelah ia menyaksikan revolusi
Inggris dan Perancis yang menghantarkannya pada kesimpulan bahwa
perubahan mesti dilakukan dengan cara kekerasan (revolusi). Sehingga
ada pembagian Marx muda (Marx before was a marxist) periode dimana
ia masih berumur 20 tahun sampai pergi ke Jerman (1841-1846) Marx masih
dikenal sebagai seorang filosuf yang terpengaruh Hegel yang mengandalkan
akal dan budi dalam membangun kesadaran manusia. Idealisme
Hegel mempengaruhi Marx hingga ia sadar bahwa ide tersebut tidak hanya
membangun kesadaran tetapi untuk merubah keadaan. Marx sejak 1848 tidak
hanya berfilsafat saja tetapi mengkritisi Hegel (Malik, 2001: 51).
Marx tua
bersifat praktis mengatakan bahwa kesadaran yang merubah realitas. Arah
perhatian Marx adalah penindasan, ekploitasi dan borjuis. Pemikiran Marx
muncul sebagai akibat krisis sosial yang disebabkan revolusi
industri Marx melihat kemelaratan dan keserakahan di masyarakat. Ia melihat
nasib pekerja yang nestapa kontras dengan gaya hidup pemilik modal
yang mewah.
Dalam menyusun perkembangan masyarakat ia tertarik pada pendapat George Hegel (1770-1831)
filsuf Jerman mengenai dialektik. Dialiektika
adalah seni berdebat menurut aturan tertentu, Marx membalik dialektika Hegel dari
yang bersifat subjektif menjadi objektif Filsafat Hegel dimanfaatkan Marx
tidak untuk menjadi filosuf tetapi merubah masyarakat secara
radikal. Katanya: semua filsafat hanya menganalisa masyarakat, tetapi
masalahnya adalah merubahnya.
Hegel adalah
seorang guru besar pada universitas Berlin sebagai tokoh mazhab idealisme.
Ia berusaha menangkap kebenaran (truth),
ia berpendapat
apa yang dianggap oleh manusia sebagai kebenaran itu hanya sebagian saja dari
kebenaran. Kebenaran hanya dapat ditangkap manusia dengan akal pikiran
dialektik (proses dari tesis, antitesis sampai sintensis, kemudian ia mulai lagi
dari permulaan dan begitu seterusnya) sampai kebenaran yang sempurna
tertangkap. Kebenaran yang menyeluruh dinamakan ide mutlak (Absolute Idea) bila tertangkap maka
berakhir dialektis.
Dialektik
berkembang terus menerus berubah, gagasan satu sama lain mempuyai hubungan.
Marx tertarik dengan gagasan Hegel yang mengandung kemajuan
melalui konflik dan pertentangan. Inilah yang diperlukan untuk
menyusun teorinya mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk
melandasi teori sosial ia merumuskan materealisme dialektis (dealectical materialism) kemudian konsep
tersebut digunakan untuk
menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakanya materialisme historis (historical materialism). Atas dasar terakhir
sampai pada
kesimpulan dunia kapitalis ilmiah akan mengalami revolusi (revolusi proletar)
yang menghancurkan sendi-sendi masyarakat dan meratakan jalan bagi terbentuknya
masyarakat komunis.
Sejarah
pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat sebagai proses evolusi sosial (one way evolution) yang menceritakan
harta kepemilikan
menuju sosialisme. Ada empat tahap kemasyarakatan yang dikonsepsikan Marx
Pertama, tahap kebudayaan primitif (primitive
culture) yaitu
ketika kebudayaan manusia dimulai dari berburu dan bercocok tanam sebatas memenuhi
kebutuhan keluarga. Kedua, tahap feodalisme fase ini adalah kelanjutan dari
budaya primitif pada tahap ini sumber daya alam mulai terbatas dan
populasi meningkat. Ketiga, tahap kapitalisme sebagai kelanjutan dari
feodalisme seorang buruh dengan pemilik tanah saling bertentangan. Keempat,
tahap masyarakat sosialisme dan kapitalisme sebagai puncak konflik
fase sebelumnya.
Masyarakat yang
dicita-citakan oleh ideologi komunis adalah masyarakat tanpa kelas
dan sama rata. Untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan itu,
hampir semua faktor produksi dikuasai oleh negara dan pemilikan kekayaan oleh
individu sangat dibatasi. Dalam
pandangan komunis proses tranformasi sosial menuju masyarakat komunis
dilakukan melalui revolusi dengan kekerasan. Mengapa demikian,
karena ideologi kelas yang berkuasa (borjuis) menganggap bahwa sistem
ekonomi yang berjalan adalah paling adil dan efisien. Mereka
berusaha mempertahankan sistem yang berjalan yang berarti mempertahankan
penguasaan faktor-faktor produksi di tangan mereka. Karena itulah peralihan
faktor produksi dari tangan perseorangan untuk kemudian ditempatkan di
bawah penguasaan negara harus dilakukan melalui sebuah revolusi
(kekerasan).
Segala
masyarakat yang ada sekarang ini merupakan pertentangan kelas “ Manifesto
Komunis” bahkan pertentangan antara kapitalis dan proletar sudah jelas.
Pertentangan itu mengakibatkan konflik dengan tujuan perubahan. Marxisme adalah ilmu
sejarah yang terdiri dari konsep-konsep yang baru yang memberi
kemungkinan mempelajari sejarah secara ilmiah. Sedang dulu hanya menjadi
ideologi atau filsafat sejarah. Inti sejarah oleh Marx dinyatakan dalam
komunis. Sejarah manusia adalah perang kelas yang dipromotori oleh
kaum buruh untuk merebut hak sebagai manusia yang bermartabat. Marx
dan Engel mengarahkan sejarah secara ilmiah sebagai ekspresi
gerakan kaum buruh menghapus kelas. Ilmu sejarah ini sesudah Marx disebut
materialisme historis. Pengahancuran negara dan borjuis menjadi agenda
yang tidak terlewatkan dalam rangka menciptakan negara komunis.
Teorinya sejarah
Marx mencoba meramalkan nasib manusia. Revolusi proletar tentang masyarakat
tanpa kelas adalah konsekuensi logis yang niscaya dari kontradiksi yang
terkandung dalam sistem ekonomi kapitalis.
Kaum sosialis meyakini terjadinya revolusi sebagai mana Hegel yang menganggap sejarah
selalu berkembang yang akan menumbangkan keserakahan kapitalisme (Aiken, 2002:232).
Sosialisme
menghendaki campur tangan pemerintah yang luas mungkin dalam bidang
ekonomi dan penguasaan bersama dari alat produksi sampai bidang yang
sekecil-kecilnya (kolektivisme) Komunisme merupakan salah satu bentuk
sosialisme sebagai sosialisme revolusioner yang menghendaki perubahan
secara radikal berbeda dengan sosialisme evolusioner yang
melakukan perubahan dengan cara damai.
Beberapa
karakter yang dibawa ideologi komunis adalah atheisme. Agama dianggap sebagai
kebuntuan berfikir manusia. Agama dipandang membawa kekolotan
sehingga menghambat kemajuan. Komunisme membawa dogma
berlebihan menolak demokrasi, hak asasi individu yang ada adalah hak kolektif
(komunal). Karena itu pemilikan perseorang dibatasi dan hampir semua
dikuasai Negara.
Biografi
HOS. Tjokroaminoto
HOS.
Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh pergerakan Indonesia awal abad
ke-20. Tokoh yang lekat dengan Islam dan
sosialis ini lahir
di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus 1882 dan meninggal dunia di Yogyakarta
tanggal 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Tjokroaminoto terlahir dari
keluarga yang berada dan terpandang dimana
dari garis ayah merupakan keuru-nan seorang kiai yang sangat dihormati dan
disegani oleh masyarakat. Sementara sang Ibu masih keturunan bangsawan Keraton
Surakarta. Semenjak kecil sudah di didik tentang agama Islam dari keluarganya.
Kakeknya, R.M. Adipati Tjokrone-goro, pernah juga menjabat sebagai bupati
Ponorogo, sedangkan ayahnya R.M Tjokroamiseno adalah wedana kleca Madiun
(Tashadi dkk, 1993: 65). Sejak memasuki dunia pendidikan, ketajaman pikirannya
sudah tampak dimana beliau tidak senang ketika melihat hal-hal yang tidak
sesuai dengan jalan pikirannya. Sikapnya yang keras dan berbeda dengan
anak-anak sebayanya sehingga beliau saat itu digolongkan anak yang nakal.
Menurut Gonggong (1985: 6) pada masa kecilnya Tjokroaminoto
memang nakal dan bandel, tetapi dia berbeda dengan anak-anak priyai nakal
lainnya. Dia anak nakal yang cerdas dan dia anak bandel yang cekatan dalam
berfikir. Sebagai anak bandel tentu dia harus menanggung resiko kebandelannya.
Dia harus pindah dari satu sekolah ke sekolah yang lain karena ia sering
dikeluarkan dari sekolahnya.
Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia
berhasil menyelesaikan sekolahnya di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah
atau pamong praja) di Magelang pada 1902. Pemikiran-pemikiranya terus
berkembang seiring dengan pengetahuan yang dimiliki didorong dengan keadaan
yang terjadi dalam masyarakat saat itu. Ketajaman pikirannya dapat dilihat pada
ketrampilan-nya dalam bidang karang mengarang sehingga berbagai surat kabar
mulai memuat karyanya. Sejak saat itu pemikiran-pemikirannya bisa diutarakan
dalam persurat kabaran. Perhatian pikirannya lebih mengarah pada soal-soal
masyarakat dan kerakyatan. Pemikirannya tampak dalam usahanya membongkar
kerusakan-kerusakan di dalam masyarakat kemudian memperbaikinya. Terlahir dari
keluarga yang terhormat dan masih keturunan bangsawan namun title keningratan
yang disandangnya tidak ia pakai (Tashadi dkk, 1993: 66). Tjokroaminoto merasa
bahwa ia sama dengan rakyat lainnya. Dalam benaknya bahwa ketika manusia
terlahir dari keluarga apapun ya tetap manusia biasa, seharusnya tidak ada
sekat-sekat yang membatasi dalam masyarakat.
Tjokroaminoto
kemudian menikahi Soeharsikin yang merupakan anak dari Patih Mangoensoemo yang
saat itu menjadi wakil bupati Ponorogo. Kelembutan dan budi pekerti Soeharsikin
meluluhkan sifat Tjokroaminoto yang keras dan berapi-api. Sikap keras dan
menentang terhadap apa yang tidak sejalan dengan pemikirannya dan membuat
Tjokroaminoto meninggalkan rumah sekali-gus istrinya. Perbedaan pandangan
antara beliau dan mertuanya yang melatar belakangi beliau pergi. Setelah dirasa
sudah cukup menyendiri kemudian beliau mengambil istrinya kembali. Kesetiaan
Soeharsikin dan dukungan moral serta kekuatan dan keteguhan hati dalam
mendukung penuh keinginan suaminya dalam memperjuangkan rakyat telah memberikan
kekuatan batin yang luar biasa bagi Tjokroaminoto.
Pasangan suami istri ini kemudian menetap di Surabaya.
Semenjak itu Soeharsikin membuka internaat
sekaligus sebagai induk semang. Dari sini kemudian memunculkan tokoh-tokoh
seperti Soekarno, Moeso, Kartowisastro, Abikoesno, dan banyak lagi lainnya
(Tashadi dkk, 1993: 68). Mengingat pondokan yang satu rumah, sehingga sangat
saling memberi pengaruh dan mempengaruhi satu sama lain. Rumah inilah yang
menjadi tempat dalam membangun ideologi kerakyatan, demokrasi, sosialisme, dan
anti-imperialisme. Sehingga wajar jika banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dari
rumah HOS. Tjokroaminoto dan Soeharsikin.
Dalam berbagai kesempatan di kegiatan Sarekat Islam
Tjokroaminoto sering mengajak Soekarno dan Abikoesno Tjokrosujoso adik beliau
sendiri. Cita-cita Tjokroaminoto bukanlah cita-cita peribadi melainkan
cita-cita seluruh rakyat yang senantiasa dihidupkan dengan pengorbanan lahir
batin. Beliau berhasil membangun pengertian bahwa cita-cita hidup menuju
kemerdekaan harus disertai pengorbanan lahir batin.
Dalam kehidupan
rumah tangga, isterinya bertindak sebagai kompas bagi suaminya. Soeharsikin
menyadari bahwa suaminya adalah seorang pemimpin yang waktu, tenaga, dan
pikirannya dibutuhkan sekali dalam perjuangan. Kesadaran isteri tercinta inilah
yang membuat HOS. Tjokroaminoto merasa tidak ada suatu ganjalan dan tidak ada
lagi kabut yang menggelapi perjuangannya.
Menurut HOS. Tjokroaminoto, suasana rumah
tangga sebagai dasar ukuran untuk melangkah lebih jauh menata kehidupan rakyat
dan sebagai landasan perjuanggannya, karena itu kekuatan semangat perjuangan
HOS. Tjokroaminoto dipengaruhi oleh suasan tenang, tentram dan saling
pengertian antar suami dan isteri. Keberhasilan perjuangan HOS. Tjokroaminoto
tidak terlepas dari dukungan dan dorongan lahir batin dari isterinya. Ketidak
sesuaian dari pihak saudara-saudaranya yang lain yang tidak sepaham dengan
tujuan dan cita-cita almarhum beserta cara-cara yang dilakukan dijadikan cambuk
yang lebih kuat untuk memupuk semangatnya agar apa yang diangan-angankan dalam
pikirannya tercapai cita-cita mulia tidaklah mulus, tetapi kadang-kadang
menghadapi batu ujian yang ditemuinya (Tashadi, 1993: 72)
Islam sangat mempengaruhi alam pikiran dan
tindakan Tjokroaminoto, dimana Islam sebagai pedoman dan dikombinasikan dengan sosialisme.
Sosialisme Islam menurut Tjokro adalah sosialisme yang wajib dituntut dan
dilakukan oleh umat Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime
yang berdasar kepada azaz-azaz Islam belaka. Baginya, cita-cita sosialisme
dalam Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan
pengaruh bangsa eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan
hidup Islam pada zaman nabi Muhammad SAW. Pemikiran ideologi yang kuat mengenai
Islam, sosialisme, ideologi kerakyatan dari Tjokroaminoto dengan segala
cita-cita mulianya terhadap bangsa ini telah dilanjutkan oleh Soekarno dan
kawan-kawan sepondokannya.
Pengertian
Sosialisme menurut HOS. Tjokroaminoto
Perkataan “sosialisme”
asalnja dari perkataan bahasa latin “socius” jang artinya dalam bahasa Belanda
“makker” dalam bahasa Indonesia “teman-sahabat” dalam bahasa Djawa “kantja” dan
dalam bahasa arab “sahabat atau asjrat. Djadi didalam faham “sosialisme” adalah
berakar tjita-tjita jang nikmat, jaitu tjita-tjita: het kameraadschappelijke
(de kameraadschap) pertemanan-persahabatan, musaha-bah atau mu’asjarah,
kekantjan (Tjokroaminoto, 1963: 9)
Sosialisme
mengutamakan faham “pertemanan” atau “persahabatan” sebagai unsur pengikat
didalam pergaulan masjarakat. Djadi faham sosialisme itu bertentangan sama
sekali dengan faham Individualisme, jang hanya mengutamakan kepentingan
Individu (kepentingan diri sendiri). Sosialisme menghendaki tjara hidup satu
buat semua, dan semua buat satu, jaitu suatu tjara hidup jang memperlihatkan
kepada kita, bahwa kita sekalian memikul pertanggung djawab atas perbuatan kita
bersama, satu sama lain. Sedang Individualisme mengutamakan faham tiap-tiap
orang buat dirinja sendiri (Tjokroaminoto 1963: 9).
Dalam
menuangkan buah pikirannya tentang sosialisme, HOS. Tjokroami-noto banyak
membaca tulisan pengarang-pengarang bangsa barat, terutama sekali karangan
Prof. Quack (bangsa Belanda). Dari dalam kitab itu dikenal dengan kaum sosialis
dari segala abad dan belajar mengenal dengan aturan-aturan (stelsel) yang dibuatnya. Berdasar
penelaah beliau tentang pengertian sosialisme ternyata besar perbedaannya
antara satu dengan lainnya (Tashadi, 1993: 103).
Meskipun
pergerakan-pergerakan sosialistis zaman dahulu itu, pertama kali timbulnja
adalah disebabkan karena kerusakan masjarakat pada tiap-tiap zaman jang
bersangkutan, bukan sadja benih pergerakan tersebut mendapat siraman dari
tjita-tjita hikmah (wijsgeerige idealen),
tetapi terutama sekali mendapat siraman djuga dari perasaan-perasaan keagamaan
jang mendalam (Tjokroaminoto, 1963: 9).
Untuk memudahkan
orang memahami dan membedakan antara “sosialisme” dan “komunisme” maka berdasar
pendapat umum bahwa komunisme itu satu nama penghimpun (verzamelnaam) dan “sosialisme itu nama macam (soortnaam).
HOS. Tjokroamonoto
mengatakan bahwa “komunisme” itu ialah segala peraturan (stelsel) yang menyerang, sifatnya kepunyaan seseorang dan buat
mengganti dia hendaknya dilakukan semacam aturan communion bonorum, yaitu barang-barang itu hendak dimiliki bersama.
Angan-angan atau pikiran communion
komunisme dan pengaturan communion (memiliki,
mempunyai bersama), itulah yang menjadi ukuran bagi rupa-rupa baginya komunis.
Adapun sosialisme ialah satu bagian dari komunisme, sosialisme atau
kolektivisme menurut pengertian ini ialah tiap-tiap peraturan tentang urusan
harta benda (economisch stelsel).
Untuk
mendapatkan pengertian yang benar tentang ketetapan arti kata tersebut
Tjokroaminoto memperingatkan adanya dua perkara yaitu sebagai berikut. jikalau
kita menyebutkan sosilaisme itu satu peraturan tentang urusan harta benda (economisch stelsel). Maka tidaklah kita
maksudkan bahwa sosialisme itu juga tidak mempelajari ajaran-ajaran dan
falsafah. Sebaliknya tiap-tiap macam sosialisme adalah berdasar kepada
azas-azas falsafah atau azas-azas agama, sedang sosialisme yang wajib dituntut
dan dilakukan oleh umat Islam itu bukannya sosialisme yang lain, melainkan
sosialisme yang berdasar azas-azas Islam belaka. Sosialisme yang kita tuju
bermaksud mencari keselamatan dunia dan juga keselamatan akhirat (Tashadi,
1993: 105-106).
Islam
dan Sosialisme
Dalam perjalanan
Sarekat Islam (SI) timbul sebuah pertentangan diantara pendukung paham Islam
dan Marx. Debat yang seru terjadi antara H. Agus Salim-Abdul Muis di satu pihak
dengan Semaun-Tan Malaka dilain pihak, tatkala tahun 1921 golongan kiri dalam
tubuh SI dapat disingkirkan yang kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat
(SR). SI dan SR berusaha untuk mendapatkan sokongan massa dan dalam hal ini
keduanya cukup berhasil. Keadaan didalam tubuh SI demikian yang menyebabkan
pemimpin SI, HOS. Tjokroaminoto mengadakan studi banding ajaran Islam dan
Marxisme. Bukunya terbit pada tahun 1924 berjudul Islam dan Sosialisme
(Poesponegoro, 2010: 345). Berdasarkan realita diatas ini sedikit mempunyai
andil penyebab HOS Tjokroaminoto membuat sebuah pemikiran tentang sosialisme
dan Islam yang berbeda jauh dengan ideologi marxisme.
Sosialisme haruslah berdasar atau bersama-sama
dengan kepertjajaan agama, kalau perbuatan dan fikiran manusia tidak terpimpin
atau tidak diamat-amati oleh kepertjajaan Agama, maka sosialisme akan tersesat
membawa kerusakan kepada manusia. Sosialisme hanjalah bisa mendjadi sempurna,
apabila tiap-tiap manusia tidak hidup hanja untuk dirinja sendiri sadja sebagai
binatang atau burung, tetapi hidup untuk keperluan masjarakat bersama, karena
segala apa sadja jang ada hanjalah berasal atau didjadikan oleh satu kekuatan
atau satu kekuasaan, ialah Allah jang Maha Kuasa (Tjokroaminoto, 1963: 71-72).
Sosialisme bisa
mendjadi sempurna, apabila tudjuan hidup dari tiap-tiap manusia tidak hanja
untuk mengedjar keperluan dan kesenangan biasa, ialah keperluan dan kesenangan
jang ada didalam dunia ini, tetapi tiap-tiap manusia hendaklah djuga mengedjar tudjuan
hidup yang lebih tinggi, seperti jang diperintahkan oleh Tuhan di dalam Qur’an
(Surat Adz-Dzariat LI-56) jang maksudja kurang lebih begini: kami tidak
mendjadikan djin dan manusia, melainkan untuk mengenal dan berbakti kepada kami
(Tjokroaminoto, 1963: 72).
Dalam dunia jang
hanja dikuasai oleh akal dan materialism sadja, segala keradjinan dan
kepandaian itu tak boleh tidak hanja untuk keperluan “si kuat” guna menindas
“si lemah”. Hanja Agama sadjalah, hanja kemajuan rochman sadjalah, jang mampu
membawa manusia kepada tjita-tjita yang mulia dan memperlengkapi manusia untuk
hidup, tidak sadja dalam dunia jang kasar dan berobah-robah serta gampang rusak
ini, tetapi terutama sekali untuk hidup didalam dunia jang baka dan kekal.
Hanja agama sadjalah jang mampu menggerakkan manusia untuk mengusahakan segala
kekuatan rochani dan kekuatan budi pekerti jang terkandung didalamnya, untuk
memperlengkapinja buat menudju kehidupan jang lebih mulia itu.
Sosialisme Islam
menurut HOS. Tjokroaminoto adalah sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan
oleh umat Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime yang
berdasar kepada azaz-azaz Islam belaka. Baginya, cita-cita sosialisme dalam
Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan
pengaruh bangsa Eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan
hidup Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Azaz penting
menurut Tjokro mengapa Nabi Muhammad gigih memper-juangkan Sosialisme Islam
karena Islam mengajarkan sebesar-besarnya keselama-tan hendaknya menjadi
bahagiannya sebanyak-banyaknya manusia, dan keperlu-annya seseorang hendaknya
bertakluk kepada keperluannya orang banyak. Termasuk pencapaian rahmatan lil
alamien yang menjadi misi kerosulan Nabi Muhammad adalah ingin meletakkan
semangat keadilan dan kemanusiaan yang meniscayakan hadirnya sistem yang
mensejahterakan.
Oleh karena itu
HOS. Tjokroaminoto meperkenalkan apa itu “Keder-mawanan cara Islam” yaitu
menciptakan peri-keadaan sosialisme peri-keadaan sama rata sama rasa, segenap
manusia harus menurut Islam tentang zakat dan sedekah. Nabi Muhamad SAW
memerintahkan kita untuk berlaku dermawan dengan asas-asas yang bersifat
sosialis. Sedang AL-Quran berulang-ulang menyatakan bahwa memberi sedekah itu
bukannya kebijakan, tetapi bersifat satu kewajiban yang tidak boleh dilalaikan
(Sahrasad. 2000: 6).
Sabda Nabi
Muhamad SAW tentang aturan pemberian sedakah atau zakat menunjukan sifat
sosialis. Sabda tersebut seperti “ memberi sedekah adalah satu wajib bagi kaum.
Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin”, dan “siapakah
yang sangat dikasihi oleh tuhan? Yaitu barang siapa yang mendatangkan
sebesar-besarnya kebaikan bagi mahluk tuhan”. Zakat diberikan kepada delapan
golongan yang berhak menerimnya. Kedelapan golongan tersebut diantaranya:
fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Gharim, Sabilillah, dan Musafir.
Tjokroaminoto memandang
bahwa ada tiga hal perintah tentang kederma-wanan dalam Islam, yang ketiganya
ini masing-masing mempunyai dasar sosialis:
1. Akan
membangun rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan diri sendiri
2. Akan
membagi kekayakan sama rata di dalam dunia Islam, dengan lantaran menjadikan
pemberian zakat sebagai salah satu rukun Islam.
3. Akan
menuntun perasaan orang, supaya tidak menganggap kemiskinan itu satu kehinaan,
tetapi menganggap kemiskinan itu lebih baik daripada kejahatan. Sekalian orang
suci dalam Islam sukalah menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu
sendiri telah berkata: “kemiskinan itu menjadikan besar hati saya” (Al Fakir
Fakhri).
Bagi HOS. Tjokroaminoto,
Islam adalah sesuatu yang harus di perjuangkan dan di persatukan, sebagai dasar
kebangsaan yang hendak di proses menuju Indonesia. Tipikal HOS. Tjokroaminoto
identik dengan AI-Afghani yang juga merupakan tokoh politik Pan-Islamisme
(kebangkitan Islam). HOS. Tjokroaminoto dan Afghani juga sama-sama mengalami
kegagalan dalam perjuangan Pan-Islamismenya. Namun, arti penting keduanya bukan
pada kemenangan atau kekalahan. Keduanya menjadi penting karena menggulirkan
momentum perubahan pemikiran dalam Islam. Keduanya juga menjadi ruh perjuangan
bagi kepentingan politik Islam.
Pemikiran HOS.
Tjokroaminoto dengan Karl Marx tentang sosialisme memiliki sebuah perbedaan
dimana Karl Marx mengatakan bahwa “agama itu ialah kebingungan otak, yang
dibuat-buat oleh manusia akan meringankan hidup yang sukar ini . . . agama ini
dikatakan sebagai candunya rakyat”. Sedangkan HOS. Tjokroaminoto secara tegas
mengatakan “sebagai orang yang berTuhan, yakin bahwa segala sesuatu itu asalnya
dari Allah, oleh Allah dan kembali kepada Allah”. HOS. Tjokroaminoto menambahkan bahwa bagi
orang Islam tidak ada sosialisme yang lebih mulia kecuali sosialisme yang
berdasarkan Islam saja (Tashadi, 1993: 115-116).
Kesulitan
Pengaplikasian Sosialisme ke dalam suatu Negara
Memerintah
sesuatu Negara besar menurut garis-garis sosialistis tiadalah akan bisa selamat
dan sempurna, apabila segenap rakjat dalam Negara tersebut tidak diperlengkapi
lebih dahulu untuk keperluan tersebut dan andai kata walaupun sudah
diperlengkapi lebih dahulu untuk keperluan tersebut, pun djalanja pemerintahan
masih akan berdjalan tidak mudah begitu sadja.
Mendjalankan
sosialisme dalam sesuatu masjarakat jang sama sekali belum matang deradjatnja,
akan berarti merusak Negara dan masjarakatnja. Bukanja rakjat akan mendjadi
merdeka, tetapi dlaam keadaan jang demikian itu nistjaja segala usaha,
tjita-tjita dan kekajaan masing-masing orang akan bertambah tertindas oleh
karenanja. Dan akibatnja perikemanusiaan akan mendjadi rusak adanja
(Tjokroaminoto, 1963: 83).
Sesuatu Negara
jang rakjatnja terdiri daripada orang-orang jang tidak beradab, tidak mempunjai
keutamaan batin dan tidak mempunjai dasar kesutjian, tetapi penuh dengan nafsu
ingin menipu, dan penuh dengan keinginan jang kasar, baik orang jang kajanja,
maupun orang jang miskinnja, maka Negara jang demikian itu selama-lamanja tidak
akan menjadi Negara yang baik dan sempurna, walaupun diatur dengan setjara
sosialistis sekalipun.
Di zaman
sekarang ini, kaum aristokrat (bangsawan) dan kaum kapitalis, ataupun kaum
kromo dan kaum miskin (proletar) tiadalah bersiap akan membangunkan suatu
Negara sosialistis jang sebenar-benarnja. Tiap-tiap orang hanja mementingkan
dirinja sendiri. Inilah lumrahnja jang sekarang mendjadi sembojan hidup bagi
kebanjakan orang, sedang kalau terus menerus demikian, nistjaja anak tjutju
mereka akan bertambah-tambah mendarah daging sifat loba dan ketamaannja
(Tjokroaminoto, 1963: 84-86).
Sosialisme akan dapat berkuasa memerintah
segenap dunia, apabila pergerakan Pan Islamisme dapat menjampaikan maksudnja.
Saat jang demikian itu akan datang, apabila Islam dapat memulihkan kembali kekuatan
dan kekuasaannja jang pernah dimilikinja pada zaman dahulu itu. Sosialisme jang
sedjati memerlukan budi pekerti jang utama dan membutuhkan pula adanja ikatan
persatuan lahir batin jang kokoh, bagaikan mata rantai besi jang meghubungkan
dan mempersatukan segenap rakjat jang tidak bisa terdapat dimana-manapun djuga
ikatan jang kokoh kuat sematjam itu, melainkan hanja bisa terdapat dalam Islam
belaka (Tjokroaminoto, 1963: 87).
Daftar
Rujukan
Aiken, H. 2002. Abad Ideologi Terj. Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Bentang.
Azhar, M. 1997. Filsafat
Politik (Perbedaan antara Barat dengan
Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Budiardjo, M. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gonggong, A. 1985. HOS. Tjokroaminoto. Jakarta: Depdikbud Proyek Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa
Poesponegoro, M. D. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V-Edisi
Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka
Tashadi dkk. 1993. Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. Jakarta: Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Tjokroaminoto,
HOS. 2000.
Sosialisme
di dalam Islam. Dalam Sahrasad, H (Ed.), Islam, Sosialisme dan Komunisme. Jakarta:
Madani
Tjokroaminoto, O.S. 1963. Islam dan Sosialisme. Djakarta: Lembaga
Penggali Dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia Endang dan Pemuda.
Zainuddin, M. 2001. Agama Rakyat Agama Penguasa (Konstruksi Tentang Realitas Agama dan Demokrasi). Yogyakarta: Galang Press.
Comments
Post a Comment